Polisi Pastikan Ledakan SMA 72 Tak Terkait Jaringan Teror, Ini Faktanya

By Shandi March
11 Nov 2025
Ilustrasi. Pelajar SMA 72 diduga pelaku peledakan bom di SMA Negeri 72, Kelapa Gading, Jakarta Utara, aktif mengunjungi forum-forum daring dan situs darknet. (X@tvrisumsel)
LBJ — Polisi mulai membuka tabir di balik insiden ledakan yang mengguncang SMA Negeri 72 Jakarta Utara pada Jumat (7/11). Hasil penyelidikan terbaru menunjukkan, terduga pelaku yang masih di bawah umur diduga merakit sendiri bahan peledak yang menyebabkan 96 orang luka-luka saat salat Jumat berlangsung di area masjid sekolah.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto mengatakan, terduga pelaku kini sudah dipindahkan dari Rumah Sakit Islam Jakarta ke RS Polri Kramat Jati.
Langkah ini dilakukan untuk memudahkan penyidik menggali keterangan lebih lanjut.
“Memudahkan juga penyidik untuk bisa mendalami informasi, karena yang bersangkutan sudah dalam kondisi sadar,” ujar Budi kepada wartawan, Senin (10/11).
Baca juga : Ini Alasan Polisi Pindahkan Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Dirawat di RS Polri
Polisi Sita Buku dan Dokumen
Dari hasil penggeledahan rumah, tim penyidik menyita sejumlah buku dan dokumen pribadi milik terduga pelaku. Barang-barang itu kini diteliti oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri.
“Memang ada beberapa barang, buku, dokumen yang disita, diambil, dibawa oleh Puslabfor,” kata Budi.
Polisi menduga sebagian buku tersebut berkaitan dengan bahan dan perakitan peledak, meski keterkaitannya masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.
Temuan lain datang dari hasil penelusuran digital. Densus 88 Antiteror Polri mengungkap bahwa terduga pelaku aktif mengunjungi forum-forum daring dan situs darknet yang berisi konten ekstrem seperti video perang dan kekerasan brutal.
Baca juga : Kapolri Pastikan Pelaku Ledakan SMAN 72 Siswa 17 Tahun, Dugaan Paparan Ideologi Diselidiki
“Yang menampilkan video atau foto orang yang benar-benar meninggal dunia, biasanya akibat kecelakaan, perang, pembunuhan, atau kejadian brutal lainnya,” ungkap AKBP Mayndra Eka Wardhana, Juru Bicara Densus 88.
Selain itu, pelaku juga disebut pernah menulis ungkapan kekesalan dan simbol-simbol aneh di dinding kelasnya.
Polisi menduga tulisan itu merupakan bentuk luapan emosi dan tekanan psikologis yang tidak tersalurkan.
Bawa Dua Tas Berisi Peledak
Rekaman CCTV menunjukkan terduga pelaku datang ke sekolah sambil membawa dua tas—satu di punggung dan satu dijinjing.
"Kita menjawab tadi temuan ini memang kalau dilihat dari CCTV kedatangan anak ini sudah membawa tas sekolah dengan tas yang dijinjing. Itu semua barang-barang berada di dalam situ," ujar Budi.
Baca juga : Dari Anak Ceria Jadi Penyendiri, Ini Profil FN Pelaku Ledakan SMAN 72
Dari hasil penyelidikan, pelaku membawa tujuh bahan peledak. Empat di antaranya meledak di dua lokasi berbeda, sementara tiga peledak lain gagal aktif dan kini disita untuk pemeriksaan laboratorium.
"Tapi mungkin ada beberapa sumbu yang tidak terpicu, sehingga barang ini tidak meledak. Artinya, dari tujuh bahan peledak tadi yang sudah meledak adalah empat, tersisa tiga yang belum," ucap Budi.
Tidak Terafiliasi Kelompok Tertentu
Meski lokasi kejadian berada di area masjid, polisi memastikan aksi ini tidak berhubungan dengan kelompok ekstremis atau motif keagamaan.
"Kita juga ingin meluruskan ya, kepada masyarakat memang terjadi di tempat ibadah, tetapi yang bersangkutan ini bukan anti Islam. Jadi, jangan sampai dipikirkan, oh, ini menjadi anti Islam, terus ataupun ini memang perbuatan murni berangkat dari dirinya sendiri," tegas Budi.
Pihak kepolisian hingga kini belum menemukan bukti adanya keterlibatan jaringan atau kelompok lain di balik aksi ini.
Baca juga : Polisi Bekuk 4 Tersangka Penculik Bilqis, Balita Nyaris Dijual Rp80 Juta
Rakit Bom Secara Otodidak
Densus 88 memastikan pelaku merakit sendiri seluruh peledak yang digunakan dalam kejadian tersebut. Namun, mereka belum mengungkapkan sumber pengetahuan dan jenis bahan yang digunakan.
“Betul merakit sendiri,” ucap Mayndra singkat.
Faktor Keluarga
Dari sisi sosial, polisi menyoroti minimnya perhatian keluarga sebagai salah satu faktor yang memicu tindakan pelaku.
“Ada perhatian yang harus disampaikan, ada kurang perhatian dari keluarga, itu sifatnya sudah akumulasi,” kata Budi.
Ia menegaskan pentingnya keterlibatan orang tua dan lingkungan dalam memantau kondisi psikologis anak.
“Makanya saya menyinggung dari pihak formal dan non-formal, dari rumah dan lingkungan sekitar. Ini jadi akumulasi yang harus kita perhatikan bersama,” tambahnya.
Baca juga : Aktivis Buruh Marsinah Ditetapkan Jadi Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo
Saat ini, terduga pelaku masih menjalani perawatan fisik dan psikis di bawah pengawasan penyidik dan psikolog anak. Polisi menegaskan penanganan kasus ini dilakukan dengan mengacu pada prinsip perlindungan anak.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini
