GSRI Soroti Program MBG : Anggaran Bengkak, Koordinasi Bermasalah dan Celah Korupsi
By Shandi March
28 Feb 2025
.jpeg)
Global Strategi Riset Indonesia (GSRI) mengungkapkan berbagai kelemahan dalam implementasi program MBG. (Foto:Redaksi LBJ)
LBJ – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah menuai kontroversi. Global Strategi Riset Indonesia (GSRI) mengungkapkan berbagai kelemahan dalam implementasi program ini, termasuk potensi pemborosan anggaran yang mencapai ratusan triliun rupiah, hingga celah korupsi.
Banyak pihak menilai bahwa program ini tidak memiliki perencanaan matang, mulai dari distribusi hingga pengelolaan anggaran.
MBG bertujuan memberikan makanan bergizi bagi siswa PAUD hingga SMA serta ibu hamil dan menyusui. Namun, menurut data dari GSRI yang disajikan dalam platform Data1n, program ini mengalami banyak kendala, terutama dalam hal alokasi dana.
Saat ini, terdapat anggaran program bantuan gizi eksisting sebesar Rp67,147 triliun. Dengan adanya MBG yang membutuhkan tambahan Rp171 triliun, total anggaran membengkak menjadi Rp238,147 triliun. Pembengkakan ini dinilai membahayakan kestabilan fiskal negara jika tidak dikelola dengan baik.
Sebastian Salang, Direktur Eksekutif GSRI, menyoroti permasalahan koordinasi yang berlebihan dalam program ini.
"Mulai dari tingkat pusat sampai ke bawah, itu dia berkoordinasi dengan 10 lembaga, kementerian lembaga. Dan ini penyakit kita di Indonesia. Jadi lembaga kepunya dibentuk, dia berkoordinasi dengan begitu banyak lembaga di luar dirinya. Dan ini yang seringkali merepotkan," ujar Sebastian Salang, di kantor XYZone creative media, Menteng, Jakarta Pusat, (28/2).
Baca juga : Riset GSRI Bongkar Duplikasi Anggaran di Pemerintahan Prabowo, Bikin Boros APBN
Pembangunan SPPG Tak Tepat Sasaran
Pemerintah menargetkan pembangunan 5.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) hingga Juli 2025. Namun, lokasi pendirian SPPG dinilai tidak merata. Sebagian besar justru terkonsentrasi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, sementara daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) belum mendapatkan perhatian maksimal.
Selain itu, ketidakjelasan skema pengadaan tanah untuk SPPG (apakah akan dibeli atau disewa) serta besarnya anggaran per unit (Rp1,2 hingga Rp1,5 miliar per SPPG) tanpa perencanaan teknis yang rinci berpotensi menyebabkan pemborosan dan penyalahgunaan dana.
Sebastian Salang, Direktur Eksekutif GSRI, menyoroti permasalahan koordinasi yang berlebihan dalam program MBG. (Foto : Redaksi LBJ)
Sebastian Salang juga menyoroti ketidakjelasan konsep program ini.
"Jadi, MBG ini, makanan bergizi gratis ini, itu disediakan oleh Departemen, namanya SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi), itu dapur umum. Lalu kemudian dapur umum itu siapa yang menyediakan? Ini ada tiga skema. Yang pertama, nanti SPPG ini disediakan oleh Pemda, oleh Kementerian, oleh lembaga, oleh BUMN, dan sini ada yang menyediakan juga oleh TNI dan kepolisian. Tetapi konsepnya seperti apa, model kerjasamanya seperti apa, ini masih belum jelas," katanya.
Baca juga :GSRI Resmi Luncurkan Data1n: Platform Riset Terpercaya tentang Kebijakan Publik dan Anggaran Negara
Dugaan Korupsi dan Pemborosan Anggaran
GSRI juga mengungkapkan beberapa celah yang dapat membuka peluang korupsi, seperti:
· Mark-up harga food tray dari harga impor Rp20.000 per unit menjadi Rp50.000 per unit.
· Potensi monopoli dalam pengadaan bahan pangan tanpa transparansi tender.
· Dana yang hanya cukup untuk 5,6 juta penerima manfaat, jauh dari target 17,5 juta penerima.
Bahkan hingga kini, masih banyak pekerja SPPG yang belum menerima gaji akibat ketidakjelasan status hubungan kerja mereka. Situasi ini mengindikasikan kurangnya perencanaan yang matang dalam pelaksanaan program MBG.
GSRI Desak Evaluasi dan Moratorium Program MBG
Mengingat berbagai permasalahan tersebut, GSRI mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi total dan moratorium terhadap program MBG.
Beberapa rekomendasi utama yang diajukan antara lain:
· Menghentikan sementara pelaksanaan MBG untuk menyusun ulang konsep dan skema distribusi yang lebih efektif.
· Menghindari duplikasi anggaran dengan program bantuan gizi lain yang sudah berjalan.
· Memprioritaskan pembangunan SPPG di daerah yang benar-benar membutuhkan, bukan sekadar proyek politis.
· Menyelidiki dugaan mark-up dan monopoli dalam pengadaan bahan pangan.
· Menjamin kesejahteraan pekerja SPPG dengan sistem penggajian yang lebih transparan.
Baca juga :Ratusan Siswa SD Hingga SMA di Paniai Long March Demo Tolak MBG, Tuntut Sekolah Gratis
MBG Harus Dirancang untuk Rakyat, Bukan Sekadar Proyek Politik
Program MBG memiliki tujuan yang baik, namun jika pelaksanaannya tidak diawasi dengan ketat, potensi pemborosan dan korupsi tidak bisa dihindari.
Seperti yang ditekankan oleh GSRI, program ini harus benar-benar diarahkan untuk kepentingan rakyat, bukan sekadar alat politik atau proyek bagi-bagi anggaran.
Jika tidak ada perubahan signifikan dalam sistem pengelolaannya, MBG berisiko menjadi kegagalan besar yang justru membebani keuangan negara.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini