×
image

Riset GSRI Bongkar Duplikasi Anggaran di Pemerintahan Prabowo, Bikin Boros APBN

  • image
  • By Shandi March

  • 24 Feb 2025

Direktur Eksekutif Global Strategi Riset Indonesia (GSRI), Sebastian Salang. (Foto:Youtube Data1n)

Direktur Eksekutif Global Strategi Riset Indonesia (GSRI), Sebastian Salang. (Foto:Youtube Data1n)


LBJ - Duplikasi anggaran di kementerian dan lembaga menjadi salah satu persoalan besar dalam pengelolaan APBN 2025. Meskipun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menggaungkan efisiensi anggaran, realitanya masih banyak kementerian dan program yang mengalami tumpang tindih pendanaan.

Hal ini berakibat pada pemborosan dana negara yang seharusnya bisa dialokasikan lebih optimal.

Namun, langkah efisiensi ini menuai kritik karena tidak diterapkan secara merata di semua kementerian dan lembaga.

Direktur Eksekutif Global Strategi Riset Indonesia (GSRI), Sebastian Salang, mengungkapkan bahwa terdapat 17 kementerian dan lembaga yang tidak mengalami pemangkasan anggaran.

"Ada 17 kementerian/lembaga yang tidak dilakukan efisiensi," ucap Sebastian Salang seperti dikutip dari channel youtube Data1n, Senin (24/2).

Baca juga : Efisiensi APBN 2025, Anggaran Komnas HAM Dipangkas Sisa Rp1,2 Miliar

Ia menambahkan, jika efisiensi diterapkan pada 17 entitas tersebut, potensi penghematan negara bisa mencapai Rp 150 triliun.

Duplikasi Anggaran di Kementerian dan Lembaga

GSRI menemukan adanya tumpang tindih anggaran di berbagai kementerian dan lembaga untuk program yang serupa.

"Riset GSRI memperlihatkan terjadi tumpang tindih anggaran; setiap kementerian membuat programnya sendiri-sendiri tapi sasarannya untuk hal yang sama," jelas Sebastian Salang.

Sebagai contoh, program perlindungan sosial dianggarkan sebesar Rp 503,2 triliun dan program subsidi sebesar Rp 307,9 triliun, keduanya menargetkan subsidi BBM.

Pemangkasan pendanaan ganda ini berpotensi menghasilkan penghematan signifikan bagi negara.

Baca juga :Prabowo Tegas! Sindir ‘Raja Kecil’ yang Tolak Efisiensi Anggaran

Program MBG yang Dipertanyakan

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah juga menuai kritik. Meskipun bertujuan mengatasi malnutrisi anak dan mendukung ekonomi lokal, pendanaan program ini berasal dari pemotongan anggaran sektor lain, termasuk pendidikan tinggi.

Hal ini memicu protes mahasiswa yang menilai bahwa pendidikan menjadi korban dari kebijakan tersebut. Selain itu, program MBG dinilai belum matang secara konsep dan terkesan dipaksakan, dengan data penerima manfaat yang belum akurat.

Program ini menyebabkan pembengkakan anggaran sebesar Rp 283,13 triliun, terdiri dari program eksisting Rp 112,18 triliun dan program MBG Rp 171 triliun.

Dengan jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,2 juta orang, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 982,1 triliun untuk tiga program utama: perlindungan sosial, subsidi, dan MBG.

Baca juga :Efisiensi Anggaran, Gaji Pegawai MK Hanya Cukup hingga Mei 2025

Jika anggaran tersebut dibagikan langsung, setiap individu miskin bisa menerima Rp 3,2 juta per bulan.

Namun, tanpa data dan sistem yang akurat, program-program ini rentan terhadap korupsi dan tidak efektif dalam mengentaskan kemiskinan.

Meskipun pemerintah telah menginstruksikan efisiensi anggaran, implementasinya dinilai belum menyeluruh dan konsisten.

Duplikasi anggaran, program yang belum matang, serta struktur kabinet yang membengkak menjadi tantangan utama dalam pengelolaan APBN 2025.

Baca juga :BEM SI Gelar Aksi Demo Maraton Serentak di Seluruh Indonesia Tuntut Transparansi Program MBG dan Adili Jokowi

Evaluasi menyeluruh dan komitmen terhadap transparansi serta akuntabilitas menjadi kunci dalam mengatasi permasalahan ini.***

Sumber :Data1n/GSRI


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Popular Post