×
image

Dari Status Butuh Kerja di Facebook, Jadi Korban TPPO: Kisah Kelam Puspa di Kamboja

  • image
  • By Shandi March

  • 19 Jul 2025

Ilustrasi.  Para Pekerja Migran Indonesia ilegal yang tidak memenuhi target Rp300 juta, bisa disetrum, atau dilempar dari lantai tiga, atau dipukuli satu kantor. (Foto:Frepik)

Ilustrasi. Para Pekerja Migran Indonesia ilegal yang tidak memenuhi target Rp300 juta, bisa disetrum, atau dilempar dari lantai tiga, atau dipukuli satu kantor. (Foto:Frepik)


LBJ – Sebuah unggahan sederhana di media sosial bisa jadi pintu masuk menuju neraka. Begitulah kisah getir Puspa (bukan nama sebenarnya), perempuan asal Yogyakarta yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Awalnya ia hanya mencari pekerjaan lewat status “butuh kerja” di facebook, namun berakhir di Kamboja sebagai pekerja ilegal dalam sindikat penipuan daring lintas negara.

Kisah Puspa diungkap lewat laman resmi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) dan menjadi potret suram eksploitasi manusia di era digital.

Puspa, lulusan SMP, hanya ingin memperbaiki nasib. Ia bertemu seorang perempuan yang mengaku penyalur kerja via Facebook. Perkenalan mereka intens selama sebulan, hingga akhirnya Puspa dijanjikan pekerjaan sebagai staf dapur di Thailand dengan gaji USD 900.

Namun kenyataan justru membawanya ke jalur gelap. Alih-alih ke Thailand, Puspa malah dijemput di Ho Chi Minh dan diselundupkan ke Kamboja oleh seorang pria bermotor.

Baca juga : Anak Punk di Tangsel Gorok Teman Nongkrong demi Motor dan HP

"Saya bertanya, kenapa saya dibelikan tiket ke Ho Chi Minh (Vietnam), kenapa tidak ke Thailand langsung. Tapi ia bilang, untuk tenang, dan percaya saja. Dari Ho Chi Minh, saya dijemput seorang pria menggunakan motor untuk menuju ke Kamboja. Tapi itu saya belum tahu kalau mau dibawa ke Kamboja," ungkapnya.

Begitu melintasi pos imigrasi Kamboja, Puspa mulai curiga—kontak dengan si wanita penyalur tiba-tiba terputus. Tak lama, seorang pria asing menggantikan peran ‘penjemput’, mengajaknya menyusuri keramaian pasar.

Di sanalah, mata Puspa menangkap momen mencurigakan: pria tersebut menyerahkan sejumlah uang kepada orang yang sebelumnya menuntunnya. Tak lama kemudian, ia dibawa ke sebuah gedung apartemen. Di dalamnya, Puspa dikurung di sebuah ruangan bersama sekitar 45 pria lain yang sibuk duduk di depan komputer—ia baru sadar, ini bukan tempat kerja biasa.

Ketika bertanya apa yang sedang terjadi, Puspa mendapatkan jawaban mengejutkan.

Baca juga :Tiga Orang Tewas dalam Pernikahan Anak Dedi Mulyadi, Ini Kronologinya

"Ini sebenarnya kita kerja apa? Dia bilang, 'Kita bekerja sebagai scammer atau penipuan online'," kata Puspa.

Tanpa keterampilan komputer dan tanpa pilihan, Puspa harus ikut menipu orang Indonesia secara daring. Ia diberikan target: menipu sebanyak-banyaknya. Jika gagal, ia akan didenda, bahkan disiksa.

"Kamu tipulah banyak-banyak orang Indonesia. Kamu tidak akan bisa dipenjara. Dan jika kamu tidak bisa menipu, kamu akan merasakan denda atau hukuman. Begitu yang mereka katakan," ucap Puspa menirukan perintah atasan.

Pemilik bisnis haram itu diduga warga negara China yang menjalankan operasi penipuan dengan target warga Indonesia. Modusnya memakai aplikasi palsu dan grup Telegram, menyamar jadi customer service dan polisi gadungan.

Bagaimana Sistem Hukuman Diberlakukan?

Puspa dipekerjakan mulai pukul 9 pagi hingga 12 malam. Sekali ke toilet lebih dari 6 kali: denda $10. Tertidur sebentar? Denda $50. Terlambat kerja, atau buka YouTube? Siap-siap dihukum.

Baca juga :Rano Karno Desak Polisi Tangkap Lurah Panggang Usai Skandal Dana Rp1,3 Miliar

Yang lebih mengerikan, jika tidak bisa mencapai target Rp300 juta sebulan, gajinya dipotong, atau bahkan tidak dibayar sama sekali.

"Risiko yang kita alami, kita bisa disetrum, atau dilempar dari lantai tiga, dan itu sudah teman saya alami. Kita bisa dipukuli satu kantor. Setiap kita masuk ke ruangan bos, di situ sudah ada setrum, pistol, dan tongkat panjang," kata Puspa.

Jika dinilai tak berguna, pekerja bisa dijual ke perusahaan lain dengan “harga tebusan” Rp15 juta.

Bagaimana Puspa Bisa Pulang?

Dengan penuh risiko, Puspa menghubungi KBRI. Namun karena statusnya sebagai Pekerja Migran Indonesia ilegal, ia harus melewati proses penahanan di Imigrasi Kamboja selama sebulan.

Baca juga :Empat Anak Jadi Korban Tewas dalam Kebakaran Hebat di Tebet

Akhirnya, ia berhasil dipulangkan dan kini menjalani rehabilitasi bersama Dinas Sosial DIY. Ia menerima pendampingan psikiater, bantuan pangan, dan perawatan kesehatan.

"Terima kasih sama Dinas Sosial. Karena saat ini saya dibantu semuanya dari mental, kebutuhan hidup, kebutuhan pangan pun saya dibantu sampai saat ini. Di situ saya mendapatkan bantuan pendampingan psikiater, pengobatan untuk biaya perobatan saya, makan, dan lainnya," ucap Puspa penuh haru.

Puspa berharap tak ada lagi orang yang tergoda janji pekerjaan instan lewat media sosial. Ia berpesan:

"Tolong jangan percaya dengan hal yang instan. Bekerjalah sesuai proses. Nanti enaknya itu mungkin bukan di depan, enak itu nanti hasilnya di belakang. Enggak apa-apa yang penting kalian itu bisa menikmati. Memang kalau orang Jawa itu, susah-susah dahulu, kayak gitu loh. Angel-angel sik, nikmati, itu benar," pungkasnya.

Ia kini bercita-cita membuka usaha kuliner dan hidup damai bersama keluarga.***


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Popular Post