Pemerintahan Prabowo Hanya Akui Dua Kasus HAM Berat dalam Penulisan Ulang Sejarah Nasional, Ini Alasannya!
By Shandi March
02 Jun 2025
.jpg)
Menteri Kebudayaan Fadli Zon. (X@Fadli Zon)
LBJ - Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto melalui Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) telah mengambil keputusan kontroversial: hanya dua dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang sebelumnya diakui negara akan dimasukkan dalam proyek penulisan ulang sejarah Republik Indonesia. Kebijakan ini memicu beragam reaksi, terutama dari kalangan sejarawan dan pegiat HAM.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjelaskan alasan di balik keputusan ini. Ia menegaskan bahwa proyek tersebut bukan dirancang untuk menulis sejarah hak asasi manusia secara spesifik, melainkan untuk mencakup keseluruhan sejarah Indonesia.
"Ini bukan menulis tentang sejarah HAM, ini sejarah nasional Indonesia yang aspeknya begitu banyak dari mulai prasejarah atau sejarah awal hingga sejarah keseluruhan," kata Fadli usai menghadiri soft launching Sumitro Institute di Taman Sriwedari Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6).
Fadli menjamin publik tidak perlu khawatir proyek penulisan ulang sejarah akan mengabaikan narasi yang telah tertulis dalam sumber atau buku lain. Namun, ia menekankan bahwa proyek ini akan menciptakan narasi yang lebih positif, alih-alih berfokus mencari kesalahan pada setiap era.
Baca juga : Momen Langka di Harlah Pancasila, Ketika Prabowo, Gibran, dan Megawati Duduk Berdampingan
"Tone kita adalah tone yang lebih positif karena kalau mau mencari-cari kesalahan mudah pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa," ujar politikus Gerindra itu.
Fokus pada Narasi Indonesia-Sentris dan Relevansi untuk Generasi Muda
Fadli menyebutkan bahwa proyek penulisan ulang sejarah akan mengedepankan narasi Indonesia-sentris dan berupaya menghilangkan bias kolonial. Tujuannya adalah agar sejarah nasional bisa lebih relevan dengan generasi muda.
"Terutama untuk mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional kita dan tentu saja juga untuk menjadikan sejarah itu semakin relevan bagi generasi muda," tambah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Baca juga : KemenPPPA dan KPAI Kawal Kasus Perundungan di SD Inhu yang Berujung Kematian Tragis
Kritik Sejarawan dan Daftar Kasus HAM Berat yang Terabaikan
Sebelumnya, sejumlah pihak, termasuk para sejarawan, telah mengkritik proyek penulisan ulang sejarah Indonesia ini. Mereka menyoroti bahwa dalam outline penulisan sejarah baru yang beredar, hanya ada dua dari 12 pelanggaran HAM berat yang sebelumnya telah diakui oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Beberapa peristiwa penting seperti kasus pelanggaran HAM '65 hingga penculikan di akhir Orde Baru disebut tidak masuk dalam outline buku tersebut.
Berikut adalah daftar 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah diakui oleh negara pada 11 Januari 2023 di era Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi):
Baca juga : Gaji Ke-13 Mulai Cair Hari Ini, Pensiunan Jadi yang Pertama Nikmati Dana Bantuan Sekolah
- Peristiwa (1965-1966)
- Penembakan Misterius (Petrus) (1982-1985)
- Talangsari, Lampung (1989)
- Rumoh Geudong dan Pos Sattis Aceh (1998-1999)
- Penghilangan Paksa Aktivis (1997-1998)
- Tragedi Trisakti dan Semanggi I & II (1998-1999)
- Kerusuhan Mei (1998)
- Simpang KKA, Aceh (1999)
- Wasior, Papua (2001)
- Wamena, Papua (2003)
- Jambo Keupok, Aceh (2003)
- Peristiwa Timor Timur pasca-referendum (1999, diadili di Pengadilan HAM ad hoc, namun hasilnya kontroversial).
Keputusan ini memunculkan perdebatan sengit tentang bagaimana sejarah nasional seharusnya ditulis, terutama dalam konteks pengakuan terhadap pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini