×
image

Peneliti Georgetown Ditahan, Dituduh Sebarkan Propaganda Hamas

  • image
  • By Cecep Mahmud

  • 21 Mar 2025

Badar Khan Suri, ditangkap oleh otoritas imigrasi AS awal pekan ini. (foto X/@StopAntisemites)

Badar Khan Suri, ditangkap oleh otoritas imigrasi AS awal pekan ini. (foto X/@StopAntisemites)


LBJ - Seorang peneliti pascadoktoral Universitas Georgetown, Badar Khan Suri, ditangkap oleh otoritas imigrasi AS awal pekan ini. Penangkapan tersebut memicu kekhawatiran komunitas akademik terkait kebebasan berbicara dan kebijakan anti-Palestina yang diduga diterapkan pemerintahan Presiden Donald Trump.

Penahanan terhadap Suri, yang merupakan peneliti di Prince Alwaleed bin Talal Center for Muslim-Christian Understanding, terjadi tidak lama setelah upaya pemerintah AS mendeportasi mahasiswa Columbia University, Mahmoud Khalil.

Kedua kasus ini dinilai sebagai bentuk pembungkaman terhadap suara-suara pro-Palestina di lingkungan akademik Amerika.

“Saya sangat terkejut,” kata Nader Hashemi, profesor yang memimpin pusat tempat Suri bekerja.

Nader menambahkan bahwa ini merupakan penindasan terhadap universitas yang ada di Amerika.

Baca juga: Israel Perluas Serangan Darat di Gaza, Korban Sipil Meningkat Tajam

“Ini mengonfirmasi ketakutan terburuk kami: bahwa penindasan otoriter terhadap universitas Amerika semakin meluas di bawah pemerintahan Trump.”

Suri dituduh oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri AS telah “menyebarkan propaganda Hamas dan mempromosikan antisemitisme di media sosial”, meskipun pihak berwenang tidak menyertakan bukti rinci.

Juru bicara Tricia McLaughlin menyatakan bahwa Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyetujui deportasi Suri berdasarkan Undang-Undang Imigrasi dan Kebangsaan tahun 1952.

Undang-undang tersebut memungkinkan deportasi individu non-warga negara AS jika dianggap memberikan “dampak buruk terhadap kebijakan luar negeri”.

Kritik dari Akademisi dan Masyarakat Sipil

Menurut Hashemi dan rekan-rekannya, tuduhan terhadap Suri didasarkan pada dugaan pandangan pribadi, bukan aktivitas politik terbuka.

“Suri bukan aktivis, melainkan seorang akademisi yang meneliti isu-isu hak minoritas dan otoritarianisme,” ujar Hashemi.

Khaled Elgindy, peneliti tamu di Georgetown, menyebut bahwa tindakan ini “memasuki ranah baru” karena menyasar individu yang tidak terlibat dalam aksi protes publik.

Universitas Georgetown menegaskan komitmennya terhadap kebebasan akademik. Dalam pernyataan resmi, pihak universitas mendukung “hak komunitasnya untuk berdiskusi dan berdebat secara terbuka meskipun topiknya sulit atau kontroversial”.

Baca juga: Trump Janji Akan Musnahkan Houthi Jika Terus Menyerang Kapal dan Israel

Sementara itu, Alwaleed Center menyebut penahanan Suri sebagai bagian dari “kampanye sistematis Pemerintahan Trump untuk melemahkan pendidikan tinggi di AS dan menghukum lawan politik”.

Kontroversi dan Hubungan Keluarga

Suri adalah menantu dari Ahmed Yousef, mantan penasihat pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh. Namun, Yousef menyatakan bahwa ia telah lama keluar dari posisi tersebut dan secara terbuka mengkritik tindakan Hamas.

Ia menegaskan bahwa Suri “tidak terlibat dalam aktivisme politik, apalagi mendukung Hamas”.

Istri Suri, Mapheze Saleh, adalah warga negara AS. Tim hukum Suri, termasuk dari American Civil Liberties Union (ACLU), mengajukan gugatan ke pengadilan federal agar Suri dibebaskan dan tidak dideportasi secara sepihak.

Hingga Kamis malam, hakim federal telah menangguhkan rencana deportasi. Proses hukum selanjutnya tengah menunggu jadwal di pengadilan imigrasi.

Ancaman terhadap Kebebasan Akademik

Anggota Kongres Don Beyer menyebut kasus ini sebagai “serangan terang-terangan terhadap Amandemen Pertama” Konstitusi AS.

Ia menyerukan agar pengadilan segera bertindak mengingat “rekam jejak pemerintah yang sering menolak hak konstitusional sebelum proses hukum berjalan”.

Baca juga: Netanyahu Sebut Serangan Mematikan di Gaza Hanya Permulaan

Elgindy menambahkan bahwa ketakutan yang muncul dalam komunitas akademik dapat menghambat diskusi terbuka mengenai isu Palestina dan Israel.

“Setiap kritik terhadap Israel langsung dianggap anti-Semit dan pro-terorisme,” jelasnya.

Ia menggambarkan situasi ini sebagai “ancaman langsung terhadap pembelajaran”.

Sementara itu, Hashemi memperingatkan bahwa tindakan ini bisa menjadi awal dari penindasan yang lebih luas terhadap akademisi dan mahasiswa yang menyuarakan solidaritas terhadap Palestina.

“Saya pikir yang terburuk belum terjadi,” katanya.

Menurutnya hanya perlawanan yang bisa mengakhiri penindasan tersebut.

“Kecuali jika masyarakat bangkit dan melawan,” tuturnya.***


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Popular Post