×
image

AS dan Hamas Gelar Pembicaraan Langsung di Tengah Negosiasi Gencatan Senjata

  • image
  • By Cecep Mahmud

  • 06 Mar 2025

Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menegaskan bahwa Presiden AS melihat dialog sebagai bagian dari upaya diplomatik untuk melindungi kepentingan rakyat Amerika. (tangkap layar X)

Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menegaskan bahwa Presiden AS melihat dialog sebagai bagian dari upaya diplomatik untuk melindungi kepentingan rakyat Amerika. (tangkap layar X)


LBJ - Amerika Serikat telah mengonfirmasi keterlibatannya dalam pembicaraan langsung dengan Hamas di tengah negosiasi gencatan senjata antara kelompok bersenjata Palestina dan Israel. Langkah ini menandai perubahan signifikan dalam kebijakan AS, yang sebelumnya menolak kontak langsung dengan Hamas sejak menetapkan kelompok tersebut sebagai organisasi teroris pada 1997.

"Ini adalah pembicaraan dan diskusi yang sedang berlangsung. Saya tidak akan merincinya di sini, ada nyawa orang Amerika yang dipertaruhkan," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt pada Rabu.

Leavitt menegaskan bahwa Presiden AS melihat dialog sebagai bagian dari upaya diplomatik untuk melindungi kepentingan rakyat Amerika.

"Berbicara dengan pihak-pihak di seluruh dunia untuk melakukan apa yang terbaik bagi kepentingan rakyat Amerika adalah sesuatu yang diyakini presiden sebagai itikad baik," tambahnya.

Baca juga: Trump Ancam Hamas dan Rakyat Gaza, Desak Pembebasan Tawanan Israel

Fokus Negosiasi: Tawanan dan Gencatan Senjata

Pembicaraan ini terutama berfokus pada nasib tawanan Israel-Amerika yang masih ditahan di Gaza. Pejabat Hamas yang dikutip oleh AFP mengonfirmasi bahwa negosiasi mencakup pemulangan tawanan yang masih hidup serta jenazah mereka yang telah meninggal.

Adam Boehler, yang sebelumnya dicalonkan oleh Donald Trump sebagai utusan khusus untuk urusan penyanderaan, diketahui ikut serta dalam perundingan ini.

Hamdah Salhut dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Yordania, mengatakan bahwa pembicaraan ini bukan hanya tentang pemulangan tawanan, tetapi juga kemungkinan penghentian perang secara menyeluruh.

"Pihak Amerika mengatakan bahwa utusan mereka memiliki kewenangan untuk berunding dengan siapa pun, dan itu bukan hanya mengenai tawanan yang memegang kewarganegaraan Amerika, tetapi juga untuk mengakhiri perang," kata Salhut.

Situasi Gencatan Senjata yang Rawan

Konfirmasi atas pembicaraan ini datang setelah tahap pertama gencatan senjata antara Israel dan Hamas berakhir.

Baca juga: Bom Bunuh Diri Guncang Pakistan, 12 Warga Sipil Tewas Termasuk 7 Anak

Pada fase pertama, Hamas membebaskan 33 tawanan sebagai imbalan atas pembebasan lebih dari 2.000 tahanan Palestina oleh Israel. Namun, Israel kini mendorong perpanjangan gencatan senjata tanpa menyetujui tuntutan Hamas untuk memasuki fase kedua kesepakatan yang telah disepakati pada Januari.

Proposal perpanjangan yang dirancang oleh utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengharuskan Hamas membebaskan separuh dari tawanan yang tersisa sebagai imbalan atas perpanjangan gencatan senjata. Namun, tidak ada jaminan bahwa Israel akan membebaskan lebih banyak tahanan Palestina—sebuah syarat utama yang diajukan Hamas.

Saat ini, sekitar 24 tawanan, termasuk Edan Alexander, warga negara AS, serta jenazah sedikitnya 35 orang lainnya, diyakini masih ditahan di Gaza.

Blokade Bantuan Kemanusiaan dan Kecaman Internasional

Setelah fase pertama gencatan senjata berakhir, Israel menghentikan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza, termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan. Langkah ini dimaksudkan untuk menekan Hamas agar menerima persyaratan baru yang diajukan Israel.

Baca juga: Zelenskyy Ingin Perbaiki Hubungan dengan Trump Pasca Penghentian Bantuan Militer

Tindakan Israel ini mendapat kecaman dari berbagai negara, termasuk Prancis, Inggris, dan Jerman.

"Bantuan kemanusiaan tidak boleh bergantung pada gencatan senjata atau digunakan sebagai alat politik," bunyi pernyataan bersama ketiga negara Eropa tersebut.

Mereka juga menegaskan bahwa penghentian masuknya bantuan ke Gaza berisiko melanggar hukum humaniter internasional.

"Kami menyerukan kepada pemerintah Israel untuk mematuhi kewajiban internasionalnya guna memastikan penyediaan bantuan kemanusiaan secara penuh, cepat, aman, dan tanpa hambatan bagi penduduk di Gaza," tambah pernyataan itu.

Ketiga negara tersebut menggambarkan situasi kemanusiaan di Gaza sebagai "bencana", mengingat lebih dari dua juta warga Palestina menghadapi kelangkaan pangan dan obat-obatan akibat blokade yang diperketat.***


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Popular Post