×
image

Trump Serang Zelenskyy, Sebut Presiden Ukraina sebagai “Diktator Tanpa Pemilu”

  • image
  • By Cecep Mahmud

  • 20 Feb 2025

Donald Trump meningkatkan ketegangannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dengan menyebutnya sebagai "diktator tanpa pemilu" .(foto kolase X)

Donald Trump meningkatkan ketegangannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dengan menyebutnya sebagai "diktator tanpa pemilu" .(foto kolase X)


LBJ - Presiden Amerika Serikat Donald Trump meningkatkan ketegangannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dengan menyebutnya sebagai "diktator tanpa pemilu" dalam unggahan di media sosialnya Truth Social pada hari Rabu.

Trump juga menuduh Zelenskyy telah menerima $350 miliar dana dari AS untuk perang yang ia sebut "tidak dapat dimenangkan" dan menyatakan bahwa Ukraina berusaha mempertahankan aliran bantuan dari Amerika Serikat.

"Coba bayangkan, seorang komedian yang cukup sukses, Volodymyr Zelenskyy, membujuk Amerika Serikat untuk menghabiskan $350 Miliar Dolar, untuk terjun ke dalam Perang yang tidak dapat dimenangkan, yang tidak perlu dimulai," tulis Trump dalam unggahannya.

Komentar ini menandai serangan terkeras Trump terhadap sekutu AS, di saat Ukraina masih berjuang melawan invasi Rusia yang berlangsung sejak Februari 2022.

Baca juga: Hamas Ajukan Usulan Gencatan Senjata Permanen dan Pertukaran Tawanan

Reaksi Internasional terhadap Pernyataan Trump

Pernyataan Trump menuai reaksi keras dari para pemimpin Eropa, yang menilai pernyataannya merusak proses perdamaian di Ukraina.

Kanselir Jerman Olaf Scholz membela Zelenskyy dengan menegaskan bahwa presiden Ukraina itu masih memiliki legitimasi demokratis, meskipun tidak mengadakan pemilu di tengah perang.

"Sangat salah dan berbahaya untuk menyangkal legitimasi demokratis Presiden Zelenskyy," kata Scholz kepada surat kabar Spiegel.

Menurut Scholz, keputusan Zelenskyy untuk menunda pemilu sesuai dengan konstitusi dan hukum pemilu Ukraina di masa perang.

Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, juga menanggapi dengan mengatakan bahwa kediktatoran sebenarnya berada di Rusia, bukan di Ukraina.

"Jika Anda melihat dunia nyata, bukan hanya sekadar mengirim tweet, maka Anda tahu siapa di Eropa yang harus hidup dalam kondisi kediktatoran," tegas Baerbock.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Sybiha menegaskan bahwa negaranya tidak akan menyerah kepada tekanan AS atau Rusia.

"Tidak seorang pun dapat memaksa Ukraina untuk menyerah. Kami akan mempertahankan hak kami untuk hidup," tulis Sybiha di media sosialnya.

Baca juga: Serangan Militer Israel di Jenin Memaksa Ribuan Warga Palestina Mengungsi

Trump dan Upaya Negosiasi dengan Putin

Di tengah kritik terhadap Zelenskyy, Trump mengklaim telah melakukan pembicaraan langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan setuju untuk memulai negosiasi perdamaian segera.

Dalam unggahannya pada 12 Februari, Trump mengumumkan bahwa ia baru saja menyelesaikan "panggilan telepon panjang dan sangat produktif" dengan Putin.

Namun, Ukraina dan sekutu Eropanya menuduh AS mengabaikan mereka dalam perundingan perdamaian, dengan tidak melibatkan perwakilan Ukraina dalam pertemuan tingkat tinggi di Arab Saudi minggu ini antara pejabat AS dan Rusia.

Trump dan Putin juga dikabarkan sedang merencanakan kunjungan kenegaraan ke masing-masing negara dalam beberapa bulan mendatang.

Tekanan AS terhadap Ukraina untuk Membuat Konsesi

Selain itu, pemerintahan Trump telah menekan Ukraina untuk membuat kompromi dalam negosiasi perdamaian.

Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengatakan dalam pertemuan dengan sekutu Eropa bahwa mengembalikan seluruh wilayah Ukraina ke batas sebelum 2014 adalah tujuan yang tidak realistis.

"Kita hanya akan mengakhiri perang yang menghancurkan ini dengan menggabungkan kekuatan sekutu dengan penilaian realistis terhadap medan perang," kata Hegseth.

Hamas Akan Bebaskan Enam Tawanan Israel dan Serahkan Jenazah Empat Lainnya Pekan Ini

Trump sendiri menguatkan pernyataan itu dengan menyalahkan Zelenskyy atas invasi Rusia, menuduhnya tidak berusaha mencari solusi damai.

"Anda seharusnya tidak pernah memulainya. Anda bisa saja membuat kesepakatan. Saya bisa saja membuat kesepakatan untuk Ukraina," kata Trump dalam pidatonya di Mar-a-Lago, Florida.

Dampak Kebijakan Trump terhadap Dukungan AS untuk Ukraina

Komentar Trump mencerminkan perubahan signifikan dalam kebijakan AS terhadap Ukraina.

Di bawah mantan Presiden Joe Biden, AS secara konsisten memberikan dukungan kepada Ukraina, termasuk miliaran dolar dalam bantuan militer dan kemanusiaan.

Namun, dengan Trump di Gedung Putih, kebijakan AS mulai beralih dari isolasi Rusia ke kemungkinan negosiasi langsung dengan Moskow, meskipun menuai kritik dari sekutu Eropa.

Menurut koresponden Al Jazeera Kimberly Halkett, Trump sedang menggunakan "taktik intimidasi klasik" untuk melemahkan Zelenskyy.

"Dia benar-benar mencoba untuk merendahkan pemimpin Ukraina dengan merujuk pada pekerjaan sebelumnya sebagai komedian," ujar Halkett.

Sementara itu, Zelenskyy tetap menyerukan persatuan antara AS dan Eropa untuk menghadapi agresi Rusia.

Dalam unggahannya di media sosial pada hari Selasa, Zelenskyy memperingatkan bahwa Putin tidak dapat dipercaya dan mendesak sekutu-sekutunya untuk mencari solusi yang lebih kuat.

"Kita tidak boleh membiarkan Putin menipu semua orang lagi," tulis Zelenskyy.

Ia juga mengonfirmasi bahwa utusan AS Keith Kellogg telah tiba di Kyiv untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut pada hari Kamis.***


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Popular Post