×
image

Kasus Dugaan SPK Fiktif, Kemenperin Tegaskan Tak Akan Bayar Dana Vendor

  • image
  • By Shandi March

  • 11 Feb 2025

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan tentang kasus oknum ASN Kemenperin yang membuat SPK fiktif pada tahun 2023. (Dok. Kemenperin)

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan tentang kasus oknum ASN Kemenperin yang membuat SPK fiktif pada tahun 2023. (Dok. Kemenperin)


LBJ – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan tidak akan membayar dana yang telah diberikan vendor kepada mantan Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial LHS. Dana tersebut juga termasuk yang digunakan untuk kegiatan berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif.

Diketahui LHS adalah mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin yang dicopot dari jabatannya karena dugaan penerbitan SPK fiktif.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menjelaskan bahwa ada dua alasan utama di balik keputusan ini. Pertama, dana yang diberikan vendor kepada LHS berasal dari SPK fiktif. Kedua, vendor dinilai kurang cermat dalam memverifikasi keabsahan SPK tersebut sehingga mengalami kerugian.

“Apabila Kemenperin melakukan pembayaran dana yang keluar berdasarkan SPK fiktif dengan menggunakan anggaran tahun 2025, artinya anggaran tersebut tidak dipakai sesuai peruntukkannya, tapi malah untuk membayar vendor-vendor tersebut. Hal tersebut bisa dinilai sebagai perbuatan melawan hukum dan berindikasi pidana korupsi. Kami tidak mau melanggar hukum dan melakukan korupsi demi membayar vendor-vendor tersebut. Kami antikorupsi..!” kata Febri, Senin (10/2).

Baca juga : Begini Modus Kades Kohod Dalam Kasus Sertifikat HGB Laut di Kabupaten Tangerang

Febri menegaskan bahwa Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, tidak akan tunduk terhadap tekanan pihak tertentu, termasuk dari media massa yang mendesak pembayaran kepada vendor.

Menperin sendiri yang pertama kali mengungkap kasus ini dalam konferensi pers pada 6 Mei 2024, dengan tujuan agar publik mengetahui dugaan penipuan dan penggelapan oleh LHS.

“Menperin memandang, kejadian ini menjadi jalan bagi Kemenperin untuk melakukan bersih-bersih di internal Kemenperin dalam pelaksanaan anggaran. Menperin memastikan para pelaksana anggaran, termasuk PPK, bekerja sesuai dengan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang berlaku,” ujar Febri.

Lebih lanjut, Kemenperin akan melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum pada 11 Februari 2025. Kemenperin juga meminta agar kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan LHS segera dituntaskan.

Baca juga : Protes Bau, Warga Padarincang Banten Nekat Bakar Kandang Ayam, 11 Orang Ditangkap

Modus SPK Fiktif dan Dugaan Penyuapan

LHS diduga melanggar Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018, khususnya Pasal 52 ayat (2) yang melarang PPK menandatangani kontrak jika anggaran tidak tersedia atau tidak mencukupi. Akibatnya, SPK yang diterbitkan tidak sah secara hukum.

“Penerbitan SPK fiktif yang dilakukan oleh oknum PPK LHS seperti skema Ponzi, yaitu menerbitkan SPK fiktif baru untuk menutup atau membayar SPK fiktif yang diterbitkan sebelumnya,” jelas Febri.

Setelah diberhentikan dari jabatan PPK pada 15 Februari 2024, LHS tetap menerbitkan SPK fiktif antara 18 Februari hingga 15 Maret 2024. Total ada 21 SPK fiktif yang dikeluarkan dengan nilai lebih dari Rp4,325 miliar.

Kemenperin memiliki bukti penyerahan dana dari beberapa vendor kepada LHS. Dana tersebut diduga sebagai biaya operasional kegiatan dalam SPK fiktif.

Baca juga : Ratusan Tukang Sayur Keliling Demo PN Magetan, Bela Rekan yang Digugat Bitner Sianturi

“Kami memegang bukti kuat dokumen dugaan penyuapan beberapa vendor pada LHS tersebut,” tegas Febri.

Status Hukum LHS

Saat ini, LHS berstatus tersangka dan telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ia ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang.

LHS juga menggugat beberapa pejabat di Kemenperin karena menganggap keputusan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) terhadapnya sebagai penyalahgunaan wewenang. Ia juga menuding pejabat Kemenperin mengarahkan vendor yang dirugikan untuk menempuh jalur hukum, sehingga berujung pada pelaporan pidana terhadap dirinya.

Istri LHS yang juga bekerja sebagai ASN di Kemenperin turut diselidiki. Sebelumnya, ia telah dikenai hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, dan kini Kemenperin mempertimbangkan tambahan sanksi.***


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Popular Post