Ironi Peradilan: Tangis Hakim Tipikor Jakarta Saat Adili Teman Sendiri di Kasus Suap CPO
By Shandi March
23 Oct 2025
.jpeg)
Ketua majelis hakim, Effendi, tak kuasa menahan air matanya ketika memimpin lanjutan sidang kasus dugaan suap vonis bebas perkara korporasi ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). (Foto:Tiktok@forumkeadilantv)
LBJ – Pemandangan tak biasa menghiasi ruang sidang Hatta Ali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (22/10) sore. Ketua majelis hakim, Effendi, tak kuasa menahan air matanya ketika memimpin lanjutan sidang kasus dugaan suap vonis bebas perkara korporasi ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang menyeret nama-nama yang dikenalnya baik, termasuk rekan sejawatnya sesama hakim.
Hakim Effendi secara terbuka mengakui betapa beratnya memimpin persidangan yang mengadili hakim nonaktif Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta, Agam Syarief Baharudin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan.
Kasus ini merupakan dugaan suap terkait pengurusan perkara korporasi CPO yang nilai suapnya disebut mencapai Rp40 miliar.
Baca juga : Kejagung Sita Rp11,8 Triliun dari Wilmar Group, Kasus Korupsi CPO Terbesar Sepanjang Sejarah
Effendi bukan hanya mengadili kolega seprofesi, tetapi juga teman seperjuangan. Ia mengungkap kedekatannya dengan terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Mereka pernah bertugas bersama di Riau; Effendi sebagai Ketua PN Dumai dan Arif sebagai Ketua PN Pekanbaru.
"Kita sama-sama merintis karier sebagai hakim. Tahun 1996 SK kita sebagai cakim, 1999 kita masuk diklat di Cinere, Gandul..." kenang Effendi sambil menyeka air mata. Ia menambahkan bahwa mereka pernah menjalani pendidikan dasar kemiliteran Marinir secara bersama-sama.
"Dan hari ini, bukan hari ini ya, di persidangan ini kita ketemu. Jujur, suasana yang sebetulnya tidak saya inginkan, dan jujur secara manusia biasa, saya emosional terhadap persidangan ini," sambungnya penuh haru.
Momen emosional itu terjadi pada lanjutan sidang yang digelar Rabu, 22 Oktober 2025 sore di Pengadilan Tipikor Jakarta, menjelang agenda pembacaan tuntutan. Sidang tuntutan pidana terhadap Djuyamto dkk sendiri dijadwalkan akan digelar pada Rabu pekan depan, 29 Oktober 2025.
Baca juga : Tiga Hakim Pembebas Kasus Korupsi CPO Diduga Terima Suap Rp 22,5 Miliar
Ketidakpercayaan dan beban moral menjadi alasan utama Effendi menangis. Ia merasa terpukul harus melihat rekan seprofesi, yang pernah merangkak karier bersama, duduk di kursi pesakitan karena terjerat kasus korupsi.
"Jujur, inilah beban perkara yang paling berat yang pernah saya alami, saya menyidangkan teman-teman saya. Kenapa ini kok bisa terjadi?" tanyanya penuh sesal.
Di sisi lain, salah satu terdakwa, Djuyamto, turut mengungkapkan penyesalannya di hadapan majelis hakim. Djuyamto menyatakan bahwa ia siap bertanggung jawab atas perbuatannya.
"Mohon izin Yang Mulia, saya lah yang menghancurkan karier saya sendiri, saya tidak menyalahkan siapa-siapa, saya bertanggungjawab atas semua kesalahan yang saya lakukan, dan saya siap menjalani hukuman," ujarnya dengan suara tertahan.
Djuyamto, bersama dua hakim anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom, didakwa menerima suap total sekitar Rp40 miliar.
Baca juga : Ditembak Usai Terobos Antrean SPBU: Sopir Angkutan Desa Tewas di Banyuasin
Suap ini bertujuan memengaruhi putusan perkara korupsi ekspor CPO dan turunannya yang melibatkan korporasi PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group.
Putusan yang kemudian dijatuhkan adalah vonis bebas (ontslag van alle recht vervolging). Meskipun terdakwa membantah uang tersebut memengaruhi vonis, mereka kini harus menghadapi tuntutan hukum berat, melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini