Koster Bantah Banjir Bali 2025 Gegara Alih Fungsi Lahan, Walhi Beberkan Data 780 Hektare
By Shandi March
12 Sep 2025
.png)
Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan banjir besar yang melanda Kota Denpasar tidak disebabkan oleh alih fungsi lahan. (X@PDIPerjuangan)
LBJ – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan banjir besar yang melanda Kota Denpasar tidak disebabkan oleh alih fungsi lahan. Menurutnya, perubahan lahan hanya terjadi di beberapa kawasan lain.
"Enggak juga. Ahli fungsi lahan kan di Badung, di Gianyar. Di Badung kan di daerah-daerah Kuta Utara, ini kan hulu-nya jauh. Bukan ahli fungsi lahan, ini lintasan sungainya kan di Kuta, hilirnya kan di sini," ujar Koster saat meninjau pembongkaran bangunan di Jalan Sulawesi, Denpasar, Kamis (11/9).
Koster menilai banjir yang merendam Denpasar perlu dievaluasi melalui penelusuran sungai besar di Bali, terutama Tukad Badung. Ia menekankan pemeriksaan dari hulu ke hilir untuk menilai kemungkinan kerusakan ekosistem yang mengganggu aliran air.
Baca juga : Kakak Hary Tanoe Jadi Tersangka Korupsi Bansos Beras Rp200 Miliar
"Kita akan menelusuri sungai-sungai besar dari hulu sampai hilir, kita akan melakukan penilaian lapangan, apakah di hulu sungainya ada kerusakan terhadap ekosistem," katanya.
Bantahan Koster dipatahkan Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata alias Bokis. Ia menyebut data spasial menunjukkan alih fungsi lahan di Denpasar mencapai 780 hektare selama 2018–2023.
"Salah satu data atau acuan kami, terkait dengan (ahli fungsi lahan di Denpasar) yang kita lihat dari spasial itu memang ada terbukti dan ada 780 (lebih) hektare itu yang berubah dalam kurun waktu 2018-2023," tegas Bokis.
Ia menambahkan penyusutan lahan pertanian di kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) berkisar 3–6 persen, menyebabkan hilangnya fungsi subak sebagai sistem irigasi tradisional Bali. Hilangnya lahan sawah membuat air tidak tertampung sehingga banjir mudah terjadi.
Baca juga : Update Korban Banjir Bali-NTT, BNPB Tetapkan Status Tanggap Darurat
Walhi menilai buruknya penerapan tata ruang dan pembangunan akomodasi pariwisata yang melabrak sempadan sungai memperparah kerusakan lingkungan. Bokis mengingatkan, tanpa moratorium pembangunan dan penegakan tata ruang, ancaman banjir akan semakin besar.
“Justru ketakutan saya itu terkait dengan besaran atau impact-nya itu akan mengarah ke lebih yang serius,” ujarnya.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini