Kemerdekaan 80 Tahun, Warga Tetap Jadi Korban TPPO: Kisah Nazwa dan Lemahnya Respons Negara
By Priya Husada
17 Aug 2025

Nazwa Aliyah, Korban TPPO
Tragedi Nazwa Aliyah membuka luka lama: 80 tahun merdeka, namun rakyat masih gagal dilindungi dari jerat perdagangan orang
Quote
“Kami lapor ke polisi, tapi ditolak. Padahal anak saya sudah hilang kontak.” – Ibu Nazwa
XYZonemedia - Indonesia merayakan kemerdekaannya yang ke-80 dengan gegap gempita. Namun di balik bendera merah putih yang berkibar, ada cerita getir: seorang gadis 19 tahun asal Deli Serdang, Nazwa Aliyah, meninggal tragis di Kamboja setelah sebelumnya berpamitan untuk interview kerja di bank. Kemerdekaan ternyata belum otomatis menghadirkan perlindungan. Negara seolah kalah gesit dari jaringan perdagangan orang lintas negara.
Janji Merdeka dan Realitas Rakyat
Kemerdekaan Indonesia sering dimaknai sebagai pintu menuju keamanan dan kesejahteraan. Namun kasus Nazwa justru menegaskan jurang antara ideal dan kenyataan. Nazwa, lulusan SMK Telkom 2 Medan, pamit ke ibunya untuk wawancara kerja. Sang ibu percaya itu bagian dari ikhtiar mencari masa depan. Nyatanya, Nazwa malah berangkat ke Bangkok, lalu dirawat di Siemreap, Kamboja, sebelum akhirnya meninggal dunia pada 12 Agustus 2025.
Baca juga:Dari Status Butuh Kerja di Facebook, Jadi Korban TPPO: Kisah Kelam Puspa di Kamboja
Perjalanan ini diduga bagian dari praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Kasus seperti ini bukan hal baru, tetapi justru terus berulang. Padahal, dalam janji konstitusi, negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia.
Aparat yang Tak Sigap
Ada celah yang lebih perih dari sekadar jaringan TPPO: ketidakseriusan aparat. Keluarga Nazwa sudah mencoba melapor ke polisi saat putrinya hilang kontak. Namun laporan itu ditolak karena dianggap Nazwa masih memberikan kabar. Polisi memilih cara aman, bukan cara tanggap.
Sikap ini memperlihatkan problem klasik: hukum yang reaktif, bukan preventif. Polisi baru bergerak ketika sudah ada bukti jelas kejahatan, padahal dalam kasus perdagangan orang, setiap jam keterlambatan bisa berarti korban makin sulit diselamatkan.
Baca juga: Misteri Kematian Diplomat Arya Daru Pangayunan: Pernah Jadi Saksi Kasus TPPO di Jepang
Kemerdekaan yang Belum Paripurna
Indonesia merdeka dari kolonialisme 80 tahun lalu, tetapi kemerdekaan itu tampak belum paripurna ketika warganya masih mudah dijebak dalam jebakan kerja palsu di luar negeri. Negara memang punya Undang-Undang tentang TPPO dan Badan Pelindungan Pekerja Migran, tetapi implementasi di lapangan sering tumpul.
Kasus Nazwa hanyalah satu nama dari ribuan. Dalam catatan Komnas Perempuan dan Migrant CARE, korban TPPO kerap berasal dari daerah pinggiran dengan mimpi sederhana: pekerjaan yang layak. Mimpi itu justru dijadikan komoditas oleh sindikat lintas batas.
Antara Perayaan dan Pertanyaan
Perayaan kemerdekaan tahun ini semestinya tidak hanya parade dan kembang api. Kisah Nazwa seharusnya membuat pemerintah merenungkan arti sesungguhnya dari merdeka: bebas dari rasa takut, bebas dari eksploitasi, dan bebas dari penindasan.
Selama aparat masih lamban, dan perlindungan warga di luar negeri rapuh, maka klaim kemerdekaan terasa timpang. Negara tidak cukup hanya merdeka secara simbolik, tetapi harus benar-benar hadir saat warganya rentan jadi korban perdagangan orang.
Baca juga: Hari Santri Nasional: Refleksi Perjuangan Santri dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia
Kisah pilu Nazwa bukan hanya tragedi keluarga, tapi juga rapor merah bagi negara. 80 tahun merdeka, rakyat masih mencari arti perlindungan sejati. Seharusnya, itu bukan lagi janji yang tertunda.(*)
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini