×
image

Saat Komisi XI dan Banggar DPR-RI Jadi Penentu Program CSR BI dan OJK

  • image
  • By Priya Husada

  • 13 Aug 2025


LBJ - Skandal CSR BI dan OJK membuka satu pola. Keputusan strategis moneter dan sosial bergantung pada segelintir legislator yang berulang duduk di Komisi XI dan Banggar. Nama mereka akrab. Akses, jaringan, dan daya tawar anggaran membuat kursi itu mahal. Data LHKPN memberi konteks harta dan risiko konflik kepentingan.

Kenapa orangnya yang itu lagi

Komisi XI mengawal moneter, perbankan, pasar modal, asuransi, dan mitra kerja kunci seperti BI dan OJK. Banggar mengunci arsitektur anggaran. Politisi yang menguasai ritme di dua simpul ini paham “timing rapat”, jalan tikus revisi, dan siapa yang harus di-brief. Rotasi ada, tetapi wajah lama bertahan karena tiga hal. Pertama, pengalaman teknis dan akses ke dokumen. Kedua, posisi strategis di fraksi. Ketiga, jejaring birokrasi dan pelaku usaha. Ini ekosistem yang memberi insentif untuk menetap.

Baca juga: CSR Bank Indonesia dan OJK: Ketika Politik Masuk Terang-Terangan ke Program Sosial

Nama, periode, dan rapor kekayaan

Said Abdullah, PDIP, Ketua Banggar 2019–2024, kembali memimpin 2024–2029. LHKPN 2023 yang diumumkan 29 Maret 2024 menunjukkan total kekayaan sekitar Rp101,9 miliar, didominasi tanah dan bangunan. Peran dan besaran harta ini relevan mengingat posisi sebagai penjaga palang anggaran.

Andreas Eddy Susetyo, PDIP, lama bersentuhan dengan Komisi XI dan kini Ketua BAKN. LHKPN periodik 2023 berisi total kekayaan Rp142,34 miliar, diumumkan 27 Maret 2024. Angka setinggi ini menuntut transparansi lebih dalam setiap pengambilan keputusan terkait keuangan negara.

Melchias Markus Mekeng, Golkar, senior Komisi XI dan pernah memimpin komisi. Ringkasan publik atas LHKPN mencatat total sekitar Rp73,3 miliar. Catatan ini sering muncul bersamaan dengan sorotan pernyataan dan peran legislasi fiskal.

Syarief Abdullah Alkadrie, NasDem, unsur pimpinan Banggar. Ringkasan berbasis penelusuran LHKPN menyebut total sekitar Rp24,25 miliar pada 2024. Poin pentingnya sederhana, pimpinan AKD dengan kewenangan anggaran wajib diawasi ketat lewat kepatuhan pelaporan.

Kepatuhan LHKPN pun beragam. Kajian pemantauan masyarakat sipil pernah menyorot pimpinan AKD yang telat atau tidak patuh, termasuk nama dari Komisi XI. Ini sinyal hygiene tata kelola yang belum rapi di pucuk pengambil keputusan anggaran.

Mengikat ke skandal CSR BI–OJK

Fakta hukum yang sudah solid. Dua anggota Komisi XI periode 2019–2024, Heri Gunawan dan Satori, berstatus tersangka. Nilai dugaan aliran dana miliaran rupiah. Polanya lewat yayasan dan rekomendasi penerima. Mekanisme formal bilang anggota DPR tidak memegang uang, tetapi kanal rekomendasi membuka ruang transaksi politik. Ini jantung masalahnya.

Dinamika kuasa di meja Komisi XI dan Banggar

Komisi XI memanggil, meminta paparan, dan memberi rekomendasi pada BI dan OJK. Banggar menyinkronkan angka, menetapkan postur, dan mengesahkan arsitektur fiskal. Hubungan baik antara otoritas keuangan dan dua simpul DPR ini sering dipromosikan sebagai “sinergi”. Dalam praktik, sinergi tanpa pagar transparansi mudah bergeser menjadi barter pengaruh. Ketika CSR masuk daftar pembahasan informal, garis antara mandat publik dan kepentingan politik mengabur.

Apa kata data dibanding praktik

Bank sentral lain memperkecil celah politisasi lewat tiga prosedur dasar. Kebijakan CSR tertulis, seleksi terbuka, dan laporan tahunan rinci penerima serta nilai. Transparansi itulah yang memutus jalur rekomendasi politis. Model seperti ini membuat setiap rupiah punya jejak. Indonesia butuh standar setara agar CSR BI dan OJK kembali ke tujuan sosial, bukan jadi pundi relasi.

Baca juga: Ini Daftar Tersangka Kasus Korupsi Bank BJB: Eks Dirut hingga Agensi Iklan Terlibat

Mengapa wajah lama berisiko

Keberulangan nama memberi keunggulan pengalaman, tetapi juga menambah risiko konsentrasi kuasa. LHKPN tidak membuktikan pelanggaran, tetapi memberi baseline untuk memperhatikan pertumbuhan aset, jenis kepemilikan, dan utang. Ketika legislator yang sama berulang kali memegang kendali atas BI, OJK, dan arus CSR, checks and balances harus dinaikkan satu tingkat.

Checklist reformasi konkret

Publikasi daftar penerima CSR BI dan OJK per tahun, termasuk nilai dan indikator kinerja. Larangan tegas rekomendasi dengan afiliasi politik, keluarga, atau staf. Audit tematik KPK dan BPK atas yayasan penerima berulang. Saluran usul bantuan dibuka ke publik, bukan lewat nomor ponsel anggota dewan. Komisi XI dan Banggar wajib memuat catatan konflik kepentingan pada setiap keputusan terkait CSR.

Kepentingan publik yang dipertaruhkan

Kepercayaan pada kebijakan moneter berangkat dari integritas kelembagaan. Bila program sosial yang menempel pada otoritas moneter dipakai menambal relasi politik, kredibilitas ikut runtuh. Wajah lama di Komisi XI dan Banggar tidak otomatis salah. Tetapi tanpa pagar transparansi, kekuasaan yang menetap mudah mengundang godaan.

Catatan sumber dan metode

Nilai LHKPN di atas diambil dari pengumuman dan ringkasan yang dirilis ke publik serta dirujuk media kredibel pada 2024–2025. Rincian penuh tersedia melalui portal e-LHKPN KPK dan pengumuman resmi yang relevan. Untuk validasi lanjutan, pembaca bisa menelusuri pengumuman tahun pelaporan terbaru tiap nama. ( sumber: elhkpn.kpk.go.id)

Tambahan data kunci

• Said Abdullah, total 2023 sekitar Rp101,9 miliar.

• Andreas Eddy Susetyo, total 2023 sekitar Rp142,34 miliar.

• Melchias Markus Mekeng, total sekitar Rp73,3 miliar.

• Syarief Abdullah Alkadrie, total sekitar Rp24,25 miliar.

Jika nama-nama ini bukan label soliditas legislator, lalu apa? Tawa pelan politik: ini bukan kekuatan baru yang lahir, melainkan jaringan yang keahlian dan koneksinya telah dipoles di pangkuan kursi DPR selama bertahun-tahun. Bukan kejutan jika mereka hadir di setiap pembahasan moneter, CSR, dan anggaran—mereka tahu apa yang dilakukan.

Jejak digital menunjukkan betapa mudah memanipulasi jalur formal, ketika politikus tahu persis jalan menuju stan CSR. Dan di sinilah letak kerapuhannya: CSR tidak dipandang sebagai tanggung jawab publik, tapi kesempatan berburu keuntungan. Seperti kursi yang mereka duduki—selalu tetap, bagaimanapun anginnya.(*)


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Tags:


Popular Post