Kisah Jehad Al-Assar: Perjuangan Melawan Kelaparan di Gaza
By Cecep Mahmud
29 May 2025

Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung Amerika Serikat, membagikan bantuan tanpa sistem distribusi sehingga menewaskan 3 orang. (tangkap layar)
LBJ - Jehad Al-Assar (31), seorang ayah dari dua putri dan suami dari seorang istri hamil, menempuh perjalanan 10 kilometer dari tendanya di Deir el-Balah menuju Rafah. Perjalanannya pada Rabu pagi dilakukan demi mencari bantuan makanan. Ia mengandalkan titik distribusi yang dijalankan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung Amerika Serikat.
Blokade Israel selama berbulan-bulan telah menyebabkan meluasnya kelaparan di Gaza, menjadikan GHF satu-satunya harapan bagi Jehad dan ribuan warga lainnya. Situasi ini terjadi di tengah kontroversi yang melingkupi GHF.
Pimpinan organisasi tersebut bahkan mengundurkan diri pada Minggu lalu, menyatakan GHF tidak dapat mematuhi prinsip-prinsip kemanusiaan, netralitas, imparsialitas, dan independensi.
Baca juga: Tiga Warga Palestina Tewas Saat Antri Bantuan
Kekacauan dalam Distribusi Bantuan
Kurangnya pengalaman GHF dalam penanganan distribusi bantuan terbukti fatal. Pada Selasa, setidaknya tiga warga Palestina tewas dalam kekacauan saat upaya pembagian bantuan. Namun, di Gaza, orang-orang yang kelaparan dan putus asa tidak memiliki pilihan lain. Jehad adalah salah satu dari mereka.
Setelah 90 menit berjalan kaki, Jehad tiba di gerbang besi pusat distribusi. Ribuan orang sudah berkumpul di sana.
"Kerumunan orang berbondong-bondong masuk – ribuan orang. Tidak ada ketertiban sama sekali," kata Jehad.
Ia menggambarkan bagaimana orang-orang bergegas menuju halaman tempat tumpukan kotak bantuan. Kemudian mereka bergerak ke aula bagian dalam, tempat lebih banyak persediaan disimpan.
"Itu kekacauan – perjuangan yang nyata," tambah Jehad.
Ia melihat pria, wanita, dan anak-anak berdesakan, berebut untuk meraih apa pun yang bisa mereka dapatkan.
"Tidak ada antrean, tidak ada sistem – hanya kelaparan dan kekacauan."
Di dalam aula, prioritas utama adalah gula dan minyak goreng.
"Siapa pun yang bisa mengangkat dua kotak akan mengambilnya. Mereka mengambil apa yang mereka inginkan dan bergegas keluar," paparnya.
Baca juga: Kisah Ward Khalil: Bocah 6 Tahun Lolos dari Neraka Gempuran Israel di Sekolah Gaza
Jehad mengaku hampir tertimpa kerumunan.
"Tidak ada jejak kemanusiaan dalam kejadian itu," ujarnya.
Tak jauh dari lokasi, pasukan asing bersenjata hanya mengawasi tanpa melakukan intervensi. Jehad bahkan mendekati salah satu dari mereka.
"Saya katakan kepada mereka, 'Kalian tidak membantu – kalian mengawasi bencana kelaparan. Kalian harus pergi. Kalian tidak dibutuhkan di sini,'" ucapnya.
Harapan yang Tipis dan Tanggung Jawab Keluarga
Jehad hanya berhasil membawa pulang sedikit barang: satu kaleng tuna, sekantung kecil gula, beberapa pasta, dan sebungkus biskuit yang berserakan di tanah.
Ia membawanya dalam kantong plastik yang disampirkan di bahunya. Ia pun menempuh perjalanan panjang kembali ke rumah.
"Saya hanya mendapat sedikit. Saya takut tinggal lebih lama dan terinjak-injak dalam kerumunan – tetapi saya harus membawa sesuatu kembali. Anak-anak perempuan saya perlu makan. Saya tidak punya pilihan lain," katanya.
Setibanya di tenda, kedua putrinya menyambutnya dengan gembira, meski hanya sedikit makanan yang dibawanya.
"Saya dan istri membagi makanan yang kami bawa pulang agar anak-anak dapat makan selama beberapa hari. Kami sering melewatkan waktu makan," jelas Jehad.
Ia menambahkan, "Anak-anak tidak tahan dengan ini… dan saya bertanggung jawab penuh untuk memberi mereka makan," jelasnya.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini