Disebut Dangkal Oleh Rocky Gerung, Dedi Mulyadi Senyum dan Beri Sindiran Menohok di Tengah Sawah
By Shandi March
23 May 2025
.jpeg)
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, santai menanggapi kritik pedas dari pengamat politik Rocky Gerung yang menyebut visinya sebagai pemimpin daerah dangkal.(Foto:IG@DediMulyadi71)
LBJ - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, santai menanggapi kritik pedas dari pengamat politik Rocky Gerung yang menyebut visinya sebagai pemimpin daerah dangkal. Pada Jumat (23/5), Dedi Mulyadi memberikan respons sambil tersenyum lebar, bahkan ketika berjalan di tengah hamparan sawah.
Dedi Mulyadi mengaku tidak masalah jika disebut dangkal oleh Rocky Gerung. Ia justru memberikan respons yang menyindir.
"Saya memilih menjadi orang yang berpikiran dangkal namun melahirkan hamparan tanaman. Daripada orang yang mengakui pikirannya dalam malah membuat banyak orang tenggelam," ujar Dedi.
"Pagi semuanya kita hadapi berbagai kritik dengan senyuman. Salam sehat bahagia selalu. Dengan melangkah hidup akan menjadi berkah," lanjut Dedi.
Baca juga : Pengurus NU Bekasi Tolak Kebijakan Ijazah Dedi Mulyadi
Rocky Gerung Samakan Dedi Mulyadi dengan Jokowi
Rocky Gerung dalam analisisnya memang membandingkan fenomena politik Dedi Mulyadi dengan Presiden ke-7 RI, Jokowi. Dedi Mulyadi sendiri belakangan menjadi sorotan karena gaya blusukannya yang mirip dengan Jokowi. Di media sosial, muncul anggapan yang menyamakan Dedi Mulyadi dan Jokowi dengan istilah 'Mulyono Jilid II' hingga 'Raja Sunda dan Raja Jawa'.
Rocky Gerung menggunakan teori filsafat barat tahun 1967 dari Guy Debord, yang menulis buku 'The Society of the Spectacle', untuk melihat kesamaan antara kedua tokoh nasional itu.
"Ada satu prinsip yang menerangkan bagaimana orang mengkonsumsi kedangkalan gitu, Society of the Spectacle, The Society of the Spectacle. Gimana bahasa Indonesianya, masyarakat yang doyan nonton kedangkalan," jelas Rocky.
Menurut Rocky, baik Jokowi maupun Dedi Mulyadi sama-sama tumbuh besar melalui intensitas kemunculan mereka di media. Dengan citra kesederhanaan, keduanya berhasil merebut hati masyarakat yang menontonnya. Rocky berpendapat, apa yang dilakukan Dedi Mulyadi dan Jokowi bukanlah menjual visi, melainkan penampilan atau visualisasi.
Baca juga : Dedi Mulyadi Tantang KPAI Terkait Program Pendidikan Militer Siswa Nakal
"Jadi kita lagi menonton orang jualan komoditas yang namanya penampilan, apa istilah tadi, visualisasi bukan visi," papar Rocky. Ia kemudian menambahkan, "Tapi dalam politik orang mau ukur visualisasi itu demi apa kalau visinya dangkal."
Bagi pria yang pernah menjadi dosen filsafat di Universitas Indonesia itu, program mengirim anak nakal ke barak militer adalah bentuk kedangkalan. Rocky menilai pendidikan ala TNI tidak mengajak anak berpikir, melainkan hanya pendisiplinan tubuh.
"Barak itu didisiplinkan tubuhnya. Kalau kita belajar teori-teori disiplinary society oleh Michel Foucault misalnya, fungsi barak militer mendisiplinkan tubuh bukan mengajak orang berpikir," jelasnya.
Kedangkalan Jokowi, menurut Rocky, adalah membiarkan IQ rata-rata masyarakat Indonesia hanya sekitar 78 selama 10 tahun kepemimpinannya.
Baca juga :Kontroversi Anak Nakal Dikirim ke Barak Militer , LBH Pendidikan Laporkan Dedi Mulyadi ke Komnas HAM
"Hanya dalam masyarakat yang IQ-nya 78, kedangkalan itu laku. Dan kita masih di situ. Saya masih cari-cari datanya. WHO bilang, World Bank bilang memang masih 78. Anda lihat sekarang masih 78 IQ kita selama 10 tahun Pak Jokowi, 78 terus," ujar Rocky.
"Akibatnya apa, ya kedangkalan itu laku terus," imbuhnya. Rocky menganggap, akibat dari IQ yang tidak bertambah adalah langgengnya masyarakat yang suka menonton kedangkalan seperti teori Guy Debord.
Sehingga, setelah Jokowi atau yang belakangan dikenal dengan nama kecilnya, Mulyono, bisa terbit sosok Mulyadi, atau Dedi Mulyadi.
"Jadi kita mau coba lihat bahwa Mulyono-Mulyadi sama-sama beroperasi di dalam market of stupidity (pasar kebodohan)," pungkasnya.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini