KPK Pindahkan 11 Mobil Sitaan dari Rumah Japto Soerjosoemarno
By Cecep Mahmud
04 Mar 2025
.jpg)
KPK memindahkan 11 unit mobil sitaan dari rumah Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila, Japto Soerjosoemarno, ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. (foto X)
LBJ - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memindahkan 11 unit mobil sitaan dari rumah Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila, Japto Soerjosoemarno, ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan).
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan pemindahan kendaraan ini dilakukan pada Selasa (4/3/2025).
"Saat ini sedang terjadi pergeseran kendaraan milik saudara JS ke Rupbasan KPK," ujar Tessa kepada wartawan.
Mobil-mobil tersebut sebelumnya disita dalam penggeledahan pada 4 Februari 2025. Penyitaan dilakukan sebagai bagian dari penyidikan kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Baca juga: Retret Kepala Daerah Dilaporkan ke KPK, Mensesneg: Tak Ada yang Dilanggar
Mobil Mewah Butuh Perawatan Khusus
KPK tidak langsung membawa mobil sitaan ke Rupbasan setelah penggeledahan. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kendaraan yang disita merupakan mobil mewah yang memerlukan perawatan khusus.
"Kalau ini (mobil) butuh perawatan. Apalagi mobilnya mungkin sekelas mobil sport. Nggak ganti oli saja, atau ganti olinya saja kan berapa puluh, berapa jutaan," kata Asep di Gedung KPK, Jakarta.
Menurutnya, penyitaan mobil memiliki tantangan tersendiri dibandingkan dengan uang tunai, yang lebih mudah disimpan dan dikelola.
Japto Soerjosoemarno Diperiksa KPK
Japto Soerjosoemarno telah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Rita Widyasari pada 26 Februari 2025. Pemeriksaan berlangsung selama tujuh jam di Gedung KPK.
"Saya memenuhi panggilan KPK berdasarkan salah satu masalah. Sebagai warga negara yang baik, saya hadir menjelaskan semuanya, menjawab semua pertanyaan," kata Japto saat meninggalkan gedung KPK.
Kasus Korupsi dan TPPU Rita Widyasari
Kasus yang tengah diselidiki KPK bermula dari dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan Rita Widyasari saat menjabat sebagai Bupati Kutai Kartanegara.
Pada 2017, Rita ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi dan diadili pada 2018. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 10 tahun penjara, denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan, serta pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Rita terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 110 miliar dari berbagai proyek di Kutai Kartanegara. Ia kemudian mencoba mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung, tetapi permohonannya ditolak pada 2021. Saat ini, Rita sedang menjalani hukuman di Lapas Pondok Bambu.
Aliran Uang ke Pengusaha dan Pimpinan Pemuda Pancasila
Penyelidikan lebih lanjut oleh KPK mengungkap adanya aliran dana dari Rita Widyasari ke sejumlah pengusaha, termasuk Said Amin, yang merupakan Pimpinan Pemuda Pancasila di Kalimantan Timur.
Setelah menggeledah rumah Said Amin, KPK menelusuri lebih jauh aliran uang tersebut, yang akhirnya mengarah ke Japto Soerjosoemarno.
Dari rumah Japto, KPK menyita 11 unit mobil dan uang tunai senilai Rp 56 miliar.
Dugaan Penerimaan Uang dari Pengusaha Tambang
Pada Juli 2024, KPK mengungkap bahwa Rita Widyasari juga menerima uang dari pengusaha tambang.
Menurut Asep Guntur Rahayu, Rita mendapatkan gratifikasi dalam bentuk pecahan dolar Amerika Serikat (USD) dengan mekanisme penerimaan sebesar USD 5 per metrik ton batu bara.
KPK menduga bahwa uang hasil gratifikasi ini mengalir ke berbagai pihak, termasuk sejumlah pengusaha dan pejabat di Kalimantan Timur.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini