Menelusuri Munculnya HGB di Laut Tangerang: Misteri dan Dugaan Penyalahgunaan
By Cecep Mahmud
22 Jan 2025
Menteri ATR, Nusron Wahid, menjelaskan sertifikat itu dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa. (tangkap layar)
LBJ - Temuan Hak Guna Bangunan (HGB) di laut Tangerang memunculkan pertanyaan besar. Proses penerbitan sertifikat ini diduga melanggar aturan, memicu spekulasi adanya rekayasa sistematis demi kepentingan tertentu. Pemerintah diminta transparan dalam menyelesaikan polemik ini.
Pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer muncul di pesisir Tangerang dan langsung memicu tanda tanya publik. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menduga pagar ini berkaitan dengan proyek reklamasi Pantai Indah Kosambi (PIK) 2.
Namun, pemerintah daerah dan pengembang terkait, seperti Agung Sedayu Group, membantah tudingan ini.
"Tidak satu pun otoritas mengakui tanggung jawab atas pemagaran ini," ungkap Dwi Sawung dari Walhi.
Baca juga: Komisi IV DPR RI Akan Bahas Misteri Pagar Laut dengan Menteri KKP
Temuan Walhi di situs BHUMI menunjukkan ada 263 bidang bersertifikat HGB di laut Tangerang, dengan luas mencapai 537,5 hektare. Menteri ATR, Nusron Wahid, menjelaskan sertifikat itu dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa.
Pengamat perkotaan Elisa Sutanudjaja mempertanyakan proses penerbitan sertifikat ini.
"HGB seharusnya diterbitkan setelah reklamasi selesai. Di sini, tanah laut belum diuruk tapi sudah ada sertifikat," katanya.
Menurut Elisa, proses HGB di laut ini tidak lazim.
"Tanah musnah akibat abrasi mungkin diakui sebagai tanah warga, lalu diajukan untuk sertifikasi HGB," jelasnya.
Baca juga: DPR Usulkan Pansus Pagar Laut: Soroti Dampak pada Nelayan
Namun, mekanisme ini melanggar peraturan jika dilakukan tanpa reklamasi lebih dulu.
Ahli hukum Nicholas Martua Siagian juga menyoroti hal ini sebagai maladministrasi.
"Ini persoalan sistematis dari pemerintah desa hingga pusat. Negara harus mengutamakan prinsip keadilan dan tidak tunduk pada kepentingan segelintir orang," tegasnya.
Agung Sedayu Group, sebagai pemilik mayoritas lahan HGB di wilayah itu, menyatakan tidak ada kaitannya dengan pagar laut. Namun, keberadaan proyek strategis nasional seperti PIK 2 dan PIK Tropical Coastland di sekitar lokasi memicu spekulasi publik.
Pemerintah diminta meninjau ulang penerbitan HGB ini. Publik juga mendesak transparansi atas dugaan manipulasi tata ruang dan reklamasi ilegal. "Laut adalah milik bersama. Tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok," tutup Nicholas.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini