TPST Bantargebang Diprediksi Bertahan 6 Tahun, DKI Pacu Pembangunan PLTSa Untuk Atasi Sampah

By Shandi March
16 Dec 2025
Truk sampah mengantre panjang untuk membuang sampah di TPST Bantargebang. (X@Ali Ajah)
LBJ - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyiapkan langkah strategis untuk menghadapi ancaman krisis sampah di Ibu Kota. Dengan usia operasional Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang yang diperkirakan tersisa enam tahun, Pemprov DKI memilih mempercepat pembangunan dua Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai solusi jangka menengah dan panjang.
Pramono menyampaikan optimismenya saat ditemui di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Ia menegaskan kerja sama dengan Danantara menjadi kunci percepatan proyek tersebut, terutama untuk menekan ketergantungan Jakarta terhadap Bantargebang.
“Jadi untuk Bantargebang, karena kami akan segera memulai PLTSa di Bantargebang. Sesuai dengan saya dengan Danantara. Itu yang akan kami lakukan,” ujar Pramono.
Baca juga : Pramono Jenguk Korban Mobil SPPG di Kalibaru, Pastikan Semua Ditanggung Pemprov
Ia menilai kehadiran dua PLTSa akan mengubah pola pengelolaan sampah Jakarta yang selama ini bertumpu pada sistem buang dan timbun.
Dengan teknologi konversi sampah menjadi energi, volume sampah yang menumpuk di Bantargebang diharapkan bisa ditekan secara bertahap.
“Jadi akan ada dua Pembangkit Listrik Tenaga Sampah dan mudah-mudahan 55 juta ton yang sekarang ada Bantargebang secara signifikan pelan-pelan akan turun,” lanjutnya.
Setiap hari, sekitar 7.000 ton sampah dari berbagai wilayah Jakarta masuk ke TPST Bantargebang yang memiliki luas sekitar 110 hektare.
Hingga kini, timbunan sampah di lokasi tersebut diperkirakan telah mencapai 50 hingga 55 juta ton, atau mendekati batas maksimal daya tampung.
Baca juga : Ketika 42 Jurnalis Dilatih Bertahan Hidup di Simulasi Kontak Tembak Kostrad
Kondisi ini turut menjadi perhatian para pengamat lingkungan. Mengutip pandangan Pengamat Lingkungan Mahawan Karuniasa, kapasitas Bantargebang dinilai semakin kritis jika tidak diimbangi dengan terobosan teknologi pengolahan.
“Dengan inflow sekitar 7.000 ton per hari dan kapasitas yang tersisa, secara hitungan kasar Bantargebang hanya punya waktu sekitar enam tahun,” kata Mahawan dikutip dari Kompas.
Ia menambahkan, tingkat keterisian Bantargebang telah mencapai sekitar 80 persen dari kapasitas maksimal. Dengan sisa daya tampung yang kian terbatas, Jakarta dituntut bergerak cepat mencari solusi konkret agar persoalan sampah tidak berkembang menjadi krisis lingkungan dan sosial.
Melalui pembangunan dua PLTSa, Pemprov DKI berharap mampu menekan laju timbunan sampah sekaligus menghasilkan energi listrik.
Skema ini diproyeksikan menjadi penopang utama pengelolaan sampah Jakarta di tengah pertumbuhan penduduk dan konsumsi yang terus meningkat.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini
