×
image

Eks Ketua TGPF Peristiwa Mei 1998 Marzuki Darusman Sebut Fadli Zon Menyesatkan

  • image
  • By Shandi March

  • 17 Jun 2025


LBJ – Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang mengklaim tidak ada pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998 menuai kecaman keras. Mantan Ketua Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Mei 1998, Marzuki Darusman, secara tegas menyebut klaim Fadli Zon itu menyesatkan dan tidak adil bagi para korban. Marzuki juga mengingatkan bahwa laporan TGPF telah diakui oleh Presiden ke-3 RI, B.J. Habibie, dan Komnas HAM.

"Saya kira pernyataan itu membingungkan dan menyesatkan, janggal dan juga tidak adil lah bagi para korban," tegas Marzuki Darusman saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Senin (16/6).

Menurut Marzuki, laporan TGPF secara jelas sudah diakui oleh Presiden B.J. Habibie dan Komnas HAM. Hal ini berarti, menurutnya, pemerkosaan massal dalam peristiwa 1998 benar-benar terjadi. Marzuki juga meminta Fadli Zon untuk mencari bukti yang ia tuntut dari pemerintah, sebab laporan TGPF telah diserahkan sepenuhnya ke instansi tersebut.

"Kalau mau cari bukti ya carilah di pemerintah sendiri, karena sebuah bahan itu ada di pemerintah," ucapnya.

Baca juga : Fadli Zon Jawab Kritik soal Pernyataan Pemerkosaan Massal 1998 yang Tuai Kecaman

Lebih lanjut, Marzuki Darusman mendesak Fadli Zon untuk segera mengklarifikasi pernyataannya yang membantah pemerkosaan massal tersebut.

"Saya kira perlu klarifikasi, ini pernyataan Fadli Zon ini sebagai pribadi atau sebagai menteri, kalau mau disebut rumor, apakah pemerintah seluruhnya menganggap rumor atau gimana, ini perlu klarifikasi kan, tentu dia menyatakannya sebagai menteri, tapi apakah pemerintah seluruhnya atau hanya dia," tutur Marzuki, mempertanyakan kapasitas pernyataan Fadli Zon.

Eks Menkumham Singgung Pidato B.J. Habibie

Reaksi serupa datang dari mantan Menkumham sekaligus anggota Komisi XIII DPR, Yasonna Laoly. Ia ikut menyinggung pidato kenegaraan B.J. Habibie dalam Sidang Paripurna MPR pada 16 Agustus 1998.

"Apakah Habibie sebagai Presiden bohong? Perlu hati-hati jika mau menulis ulang sejarah," kata Yasonna saat dihubungi pada Senin (16/6).

Baca juga :Polisi Buru Pelaku Penembakan WN Australia di Bali, 7 Saksi Diperiksa, 17 Peluru Diuji Balistik

Yasonna menegaskan bahwa para korban masih mengingat betul peristiwa itu. Ia mengingatkan bahwa sejarah harus ditulis secara terbuka dan melihat fakta sesungguhnya.

"Orang-orang yang masih hidup di era kerusuhan massal tersebut tentu masih ingat akan apa yang terjadi. Penulisan sejarah harus terbuka seluas-luasnya untuk melihat fakta-fakta sejarah yang sesungguhnya," kata Yasonna.

Dalam pidato bersejarahnya, Habibie secara gamblang mengungkap keprihatinan mendalam atas tragedi kekerasan terhadap perempuan, khususnya perkosaan massal yang terjadi dalam kerusuhan Mei 1998. Ia mengutuk keras tindakan itu dan berjanji akan mengusut tuntas serta menindak pelaku secara hukum. Sayangnya, hingga saat ini, proses hukum tersebut belum pernah terealisasi.

"Huru-hara berupa penjarahan dan pembakaran pusat-pusat pertokoan dan rumah penduduk tersebut bahkan disertai tindak kekerasan dan perundungan seksual terhadap kaum perempuan terutama dari kelompok etnis Tionghoa," ujar Habibie kala itu.

Baca juga : Jelang Hari Bhayangkara ke-79, Bahar bin Smith Ucapkan Selamat dan Doakan Polri

"Seluruh rangkaian tindakan tidak bertanggung jawab tersebut sangat memalukan dan telah mendorong muka kita semua sebagai bangsa yang berakhlak dan bermuka tinggi, sebagai bangsa yang berbudaya dan beragama kita mengutuk perbuatan biadab tersebut," imbuhnya, menekankan betapa memalukannya insiden tersebut bagi bangsa Indonesia.

Belakangan, Fadli Zon membantah telah menyangkal bentuk kekerasan seksual. Ia mengaku hanya menekankan bahwa sejarah perlu bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal. Menurutnya, tragedi pemerkosaan massal selama kerusuhan 13-14 Mei 1998 tidak memiliki data pendukung yang solid.

"Laporan TGPF ketika itu hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang solid baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian atau pelaku," kata Fadli melalui keterangan tertulis, kemarin. Namun, bantahan ini tetap memicu perdebatan sengit dari berbagai pihak yang merasa ingatan kolektif bangsa telah disakiti.***


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Popular Post