Uya Kuya Ungkap Kisah Tragis Dokter PPDS Dipukul, Dipalak, dan Dipaksa Bayar Clubbing Rp500 Juta
By Shandi March
30 Apr 2025
.jpeg)
Anggota DPR RI Komisi IX, Surya Utama alias Uya Kuya, membongkar praktik perundungan sadis yang terjadi di Program PPDS Unpad dan UGM. (IG@king_uyakuya)
LBJ — Artis sekaligus anggota DPR RI Komisi IX, Surya Utama alias Uya Kuya, membongkar praktik perundungan sadis yang terjadi di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di dua kampus ternama: Universitas Padjadjaran (melalui RSHS Bandung) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Fakta mencengangkan ini Uya sampaikan dalam rapat kerja Komisi IX DPR bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Selasa (29/4), di Komplek Parlemen, Senayan. Di hadapan publik, Uya menyingkap kisah tragis dokter muda yang dipaksa memilih antara diam atau hancur secara fisik dan finansial.
Salah satu korban bernama Wildan Ahmad Furkon, mantan peserta PPDS Spesialis Orthopedi di RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Wildan terpaksa menghentikan pendidikannya karena tak kuat menanggung beban kekerasan dari seniornya.
“Ada Wildan Ahmad Furkon, mantan dokter PPDS di Bandung RSHS yang sampai keluar dari dokter spesialis orthopedi karena mengalami perundungan fisik. Tiap malam sampai dia harus berdiri dengan satu kaki sampai tiga jam. Disuruh push-up, jalan jongkok, merangkak, terus harus mengangkat kursi lipat yang ada mejanya selama satu jam,” ujar Uya dalam pernyataan yang dikutip dari Instagram resmi Partai Amanat Nasional (PAN).
Baca juga : Ini Respon FK Unpad Tanggapi Kasus Bullying di Departemen Bedah Syaraf RSHS
Selain kekerasan fisik, Wildan juga menjadi korban pemerasan. Uya menyebut dana yang terkuras dari korban mencapai Rp500 juta, hanya untuk memenuhi gaya hidup mewah para senior.
“Disuruh bayarin servis mobil senior, disuruh bayarin clubbing, dan biaya entertain yang dikeluarkan dari seorang Wildan ini sampai 500 juta untuk tiga semester,” bebernya.
Kekerasan berlangsung selama masa pendidikan Wildan di PPDS, bahkan ketika sang dokter muda sedang menghadapi momen krusial dalam kehidupan pribadinya. Saat ia meminta izin pulang karena istrinya melahirkan, bukannya diberi toleransi, ia justru dihukum berat.
"Dia sempat pulang, karena istrinya melahirkan, dia sampai akhirnya dihukum selama sebulan, nginep di rumah sakit, enggak boleh kemana-mana, dan sampai rumah sakit didorong, di toilet, ditampar, dipukul. Setelah speak up, dia malah justru sampai sekarang belum ada tindakan sama sekali dari rumah sakit dan kampus buat selesaikan masalahnya," terang Uya.
Baca juga : Jurnalis Diintimidasi Saat Liput Dugaan Penyalur TKI Ilegal di Bekasi
Lebih menyakitkan, setelah Wildan bersuara, belum ada tindakan nyata dari rumah sakit maupun institusi kampus terkait kasus tersebut.
Menurut Uya, kasus serupa juga terjadi di PPDS Orthopedi UGM. Korbannya bernama Marcel, yang akhirnya memilih mundur dari pendidikannya karena tidak tahan dipukuli dan dipersekusi di ruangan tertutup oleh para senior.
“Dia dilempari botol, dipukul, terus ditampar, dan sampai dipersekusi di dalam ruangan sempit, dipukul beramai-ramai atas perintah kepala senior residen. Dan pernah juga yang memukul dia adalah justru yang sekarang adalah mantu dari rektor,” papar Uya dengan nada prihatin.
Kasus perundungan dalam dunia pendidikan kedokteran bukan hanya masalah etika, tapi menyangkut nyawa dan masa depan tenaga kesehatan Indonesia. Jika kekerasan ini dibiarkan, bagaimana mungkin sistem pendidikan bisa mencetak dokter yang humanis dan profesional?***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini