LBJ - Sejumlah mantan pemain perempuan dari Oriental Circus Indonesia (OCI) mengungkapkan kekerasan mengerikan yang mereka alami selama puluhan tahun tampil di berbagai panggung, termasuk di Taman Safari Indonesia. Fakta ini disampaikan langsung di hadapan Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, pada Selasa, 15 April 2025, di Kantor Kementerian HAM, Jakarta.

Siapa sangka di balik gemerlap sirkus, tersimpan luka panjang yang tak pernah disembuhkan. Para perempuan yang dulu menjadi bintang pertunjukan kini justru muncul sebagai korban eksploitasi, penyiksaan fisik, hingga perlakuan tak manusiawi.

Salah satu korban bernama Butet mengaku kerap menerima hukuman brutal jika penampilannya dianggap gagal.

“Kalau main tidak bagus, dipukuli. Pernah dirantai gajah di kaki, hingga untuk buang air pun kesulitan,” tutur Butet dengan suara gemetar.

Baca juga : Taman Safari Indonesia Diseret dalam Laporan Dugaan Pelanggaran HAM Eks Pemain Sirkus OCI

Deritanya tidak berhenti di situ. Ia dipaksa tetap tampil bahkan saat tengah mengandung. Anak yang dilahirkannya pun langsung dipisahkan darinya.

“Saat hamil pun saya dipaksa tetap tampil. Setelah melahirkan, saya dipisahkan dari anak saya, saya tidak bisa menyusui. Saya juga pernah dijejali kotoran gajah hanya karena ketahuan mengambil daging empal,” ujarnya sambil menahan tangis.

Ironisnya, Butet bahkan tidak tahu nama asli, usia, atau asal usul keluarganya karena sejak kecil sudah digembleng sebagai pemain sirkus.

Butet mengaku pasrah menyerahkan bayinya ke orang lain karena saat itu ia merasa belum sanggup memberikan kehidupan yang layak.

Baca juga : Zara Yupita Azra Lulus Lebih Cepat Meski Tersangka Bullying dr Risma, Publik Pertanyakan Undip

Di bawah tekanan hidup di lingkungan sirkus yang keras, keputusan itu jadi luka yang terus membekas.

Ternyata sejak baru menghirup napas pertama, anak Butet langsung berpindah tangan ke salah satu petinggi Oriental Circus Indonesia, dan diberi nama Fifi.

Fifi, anak kandung Butet yang tak tahu siapa ibunya hingga dewasa. Sejak bayi, Fifi diasuh oleh bos sirkus dan tumbuh di lingkungan keras yang sama. Ia sempat mencoba kabur dari kekejaman sirkus.

“Saya sempat diseret dan dikurung di kandang macan, susah buang air besar. Saya nggak kuat, akhirnya saya kabur lewat hutan malam-malam, sampai ke Cisarua. Waktu itu sempat ditolong warga, tapi akhirnya saya ditemukan lagi,” kisahnya.

Namun, pelariannya tidak bertahan lama. Fifi kembali ditangkap dan mengalami penyiksaan brutal.

Baca juga : Rayen Pono Ancam Tempuh Jalur Hukum Usai Namanya Diplesetkan Ahmad Dhani Jadi Porno

“Saya diseret, dibawa ke rumah, terus disetrum. Kelamin saya disetrum sampai saya lemas. Rambut saya ditarik, saya ngompol di tempat, lalu saya dipasung,” ucapnya lirih.

Cerita lain datang dari Ida, mantan pemain sirkus yang kini harus memakai kursi roda. Ia mengalami kecelakaan saat tampil di Lampung. Namun, tak ada penanganan medis cepat.

“Saya mengalami jatuh dari ketinggian saat show di Lampung. Setelah jatuh, saya tidak langsung dibawa ke rumah sakit,” ungkapnya.

“Setelah pinggang saya mulai bengkak, barulah saya dibawa ke Jakarta dan dioperasi,” ujar dia.

Pertanyaan besar pun muncul: Mengapa kekerasan ini bisa berlangsung selama puluhan tahun tanpa pengawasan? Siapa yang harus bertanggung jawab atas semua trauma ini? Kasus ini bukan hanya soal kekerasan personal, tetapi juga bentuk kegagalan institusional.

Wamen HAM Mugiyanto menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti laporan ini dan membuka penyelidikan mendalam. Namun, publik menuntut lebih dari sekadar janji.***

Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini