×
image

Kasus Kekerasan Jurnalis di 2025 Meningkat, AJI Soroti Budaya Impunitas

  • image
  • By Shandi March

  • 24 Mar 2025

Sejumlah jurnalis unjuk rasa di DPR RI, menyuarakan anti kekerasan terhadap jurnalis . (Dok.LBJ)

Sejumlah jurnalis unjuk rasa di DPR RI, menyuarakan anti kekerasan terhadap jurnalis . (Dok.LBJ)


LBJ - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyoroti meningkatnya kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terus terjadi sepanjang 2025. Dalam tiga bulan pertama tahun ini, AJI mencatat telah terjadi 22 kasus teror dan kekerasan terhadap jurnalis, menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.

"Dari tahun 2025 ini, itu sudah 22 kasus yang masuk ke AJI. Kita bayangkan berarti satu bulan itu ada berapa kasus? Berarti tiap minggu atau mungkin 3 hari sekali itu ada kasus kekerasan," ujar Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, dalam konferensi pers daring Komite Keselamatan Jurnalis, Minggu (23/3).

Dalam tiga tahun terakhir, AJI telah menerima banyak laporan kekerasan terhadap jurnalis, namun mayoritas kasus berakhir tanpa penyelesaian hukum yang jelas. Pada 2022, AJI mencatat lebih dari 100 kasus, tetapi hanya 16 kasus yang dilaporkan ke polisi. Dari jumlah tersebut, hanya dua kasus yang mendapatkan keputusan hukum tetap.

"Dari 16 kasus itu, hanya 2 kasus yang selesai secara inkrah, tapi itu masuk dalam tindak pidana ringan. Jadi bukan dianggap serius," ungkap Nany.

Baca juga : Longgarkan Syarat, Lulusan SD Bisa Daftar Rekrutmen PPSU, Gaji UMR

Pada 2023, jumlah kasus yang dilaporkan ke AJI mencapai 89, tetapi hanya 16 kasus yang diteruskan ke pihak kepolisian.

Sayangnya, tidak ada tindak lanjut yang jelas dari laporan-laporan tersebut.

"Yang lapor ke polisi cuma 16 kasus dan tidak ada follow up sama sekali. Tidak ada kejelasan sampai mana kasus ini berada," ujar Nany.

Sementara itu, pada 2024, AJI menerima 73 laporan kasus kekerasan terhadap jurnalis. Dari puluhan kasus yang dilaporkan ke polisi, hanya satu kasus yang diproses hingga inkrah.

"Dan itupun tindak pidana ringan. Jadi bisa dibilang meski kami lapor ke polisi, belum tentu selesai. Dan dari beberapa buah kasus yang kami laporkan ke polisi, puluhan kasus tidak dilaporkan, bisa jadi karena jurnalisnya tidak ingin kasusnya dilaporkan, atau kebetulan ada rasa frustasi karena kalau dilaporkan belum tentu selesai seperti kasus-kasus sebelumnya," ujar Nany.

Baca juga :Perlu Tahu, Daftar Nomor Telepon Penting Saat Mudik Lebaran 2025

Budaya Impunitas yang Menghambat Keadilan

Menurut Nany, fenomena ini menunjukkan adanya budaya impunitas di Indonesia yang semakin kuat. Pelaku kekerasan terhadap jurnalis seringkali tidak tersentuh hukum atau menerima hukuman yang sangat ringan.

"Dan yang kena bukan mastermind, tapi eksekutor. Kita merasa kondisi ini sangat serius dan bisa dibilang kita merasa tidak aman sebagai jurnalis untuk bekerja. Ada rasa ketakutan dan kekhawatiran," jelasnya.

Salah satu contoh kasus yang disoroti adalah teror kepala babi yang dikirimkan ke kantor Tempo. Meskipun kasus tersebut telah dilaporkan ke Bareskrim Polri, teror lain justru muncul keesokan harinya.

"Kita juga melihat kenapa kasus intimidasi, kasus kekerasan ini tidak selesai-selesai? Bisa jadi hukum juga tidak berpihak kepada jurnalis," lanjutnya.

Nany juga menyoroti bagaimana banyak kasus jurnalistik malah diproses sebagai tindak pidana oleh kepolisian, padahal seharusnya diselesaikan melalui Dewan Pers.

Baca juga :Mahasiswa Tolak UU TNI Ditangkap dan Diminta Tebusan Rp12 Juta? Ini Klarifikasi Polisi

"Banyak kasus-kasus konten itu dilaporkan ke polisi padahal harusnya dilaporkan ke Dewan Pers kalau ada hubungan dengan jurnalistik. Tapi polisi tetap mengambil kasus ini dan memproses kasus ini. Ini juga menjadi concern kami karena antara Dewan Pers dan kepolisian sudah ada MoU," katanya.

AJI berharap agar Polri segera mengambil langkah konkret untuk menekan angka kekerasan terhadap jurnalis. Jika situasi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan akan mempengaruhi kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.

"Kalau seperti ini yang kita khawatirkan adalah kualitas jurnalis akan menurun, kualitas jurnalistik akan menurun. Orang-orang takut untuk melapor dan bisa terjadi yang namanya self censorship di sini, dan itu yang sudah diramalkan AJI ke depan akan semakin banyak," tutup Nany.***


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Popular Post