MKD Harus Melindungi Kebebasan Bicara, Bukan Membungkam Anggota DPR
By Cecep Mahmud
30 Dec 2024
Ketua DPP PDI Perjuangan, Deddy Yevry Sitorus, merespons rencana pemanggilan Rieke Diah Pitaloka oleh MKD terkait pernyataannya di media sosial. (X/@Andria75777)
LBJ - Ketua DPP PDI Perjuangan, Deddy Yevry Sitorus, menegaskan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI seharusnya menjadi lembaga yang melindungi kebebasan berbicara anggota dewan, bukan alat untuk membungkam suara kritis. Pernyataan ini disampaikan Deddy merespons rencana pemanggilan Rieke Diah Pitaloka oleh MKD terkait pernyataannya di media sosial yang menolak kenaikan PPN menjadi 12 persen.
"Seharusnya MKD itu dibuat untuk melindungi kebebasan anggota DPR berbicara, bukan untuk mengekang atau menghukum. Sangat berbahaya bagi DPR jika MKD dipakai sebagai sarana untuk menggunting lidah para anggotanya," ujar Deddy dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
MKD DPR RI sebelumnya berencana memanggil Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi VI DPR RI, terkait pernyataannya di media sosial yang dianggap provokatif. Rieke diketahui menyampaikan penolakannya terhadap rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen dalam rapat paripurna DPR RI pada 5 Desember 2024.
Baca juga: Kritik Kenaikan PPN, Rieke Diah Pitaloka Dilaporkan ke MKD oleh Alfadjri Prayoga
Dalam rapat tersebut, Rieke menyatakan, "Saya merekomendasikan di rapat paripurna ini, mendukung Presiden RI Prabowo, pertama, menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen sesuai dengan amanat Pasal 7 ayat (3) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021."
Pernyataannya juga diunggah di akun Instagram pribadinya @riekediahp dengan tagar #ViralForJustice dan #TolakKenaikanPPN12%.
Sidang MKD terkait pemanggilan Rieke sedianya dijadwalkan pada Senin, tetapi batal dan akan dijadwalkan ulang usai masa reses DPR berakhir pada 20 Januari 2025.
Deddy Yevry menilai tindakan MKD ini dapat berdampak negatif terhadap daya kritis anggota DPR. Menurutnya, DPR berpotensi menjadi "stempel kekuasaan" jika setiap sikap kritis anggota dewan selalu di-framing sebagai pelanggaran etika.
"Menurut saya apa yang dilakukan MKD akan berdampak terhadap daya kritis anggota DPR dan berpotensi membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada lembaga DPR," kata Deddy.
Baca juga: Mendadak Tinggalkan Rapat DPR, Budi Arie Disentil Rieke Diah Pitaloka Terkait Kasus Judol
Ia juga mengingatkan bahwa DPR merupakan lembaga yang menjalankan fungsi check and balances dalam pengelolaan pemerintahan. Fungsi tersebut dijalankan dan dimanifestasikan melalui suara para anggotanya.
Menurut Deddy, anggota DPR yang seharusnya diperiksa oleh MKD adalah mereka yang pasif dan tidak menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat.
"Yang harusnya diperiksa MKD itu menurut saya adalah anggota DPR yang tidak pernah berbicara, baik di ruang sidang maupun kepada publik melalui media mainstream maupun media sosial," tuturnya.
Deddy pun mempertanyakan fungsi anggota DPR yang tidak bersuara, meskipun menerima gaji dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kalau anggota DPR tidak bersuara, untuk apa rakyat membayar gajinya yang berasal dari APBN itu?" tegasnya.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini