Kronologi Warga Jaksel Menjadi Korban Sindikat TPPO di Myanmar: Dipaksa Minum Air Hujan dan Disiksa
By Shandi March
13 Aug 2024

ilustrasi. Warga Jakarta Selatan, SA (27), dijanjikan gaji fantastis di Thailand, malah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO di Myanmar.
LBJ - Warga Jakarta Selatan, SA (27), dijanjikan gaji fantastis di Thailand, malah menjadi korban oleh sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar.
SA mengalami nasib pahit setelah ditipu oleh seorang teman dekatnya yang berinisial R, yang kemudian teridentifikasi bernama Risky.
Awalnya, SA dibujuk dengan janji pekerjaan menjanjikan di Thailand dengan gaji fantastis sebesar US$10 ribu atau sekitar Rp150 juta, yang berakhir di lokasi yang sangat berbeda: Myanmar.
Menurut keterangan Yohanna Apriliani, sepupu SA, komunikasi antara SA dan keluarganya sempat normal selama empat hari pertama di Thailand.
"R mengabarkan SA bahwa bosnya sedang mencari tenaga kerja dan R disuruh mencari 10 orang untuk satu tim," ujar Yohanna di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (12/8) sebagaimana dilansir dari Antara.
Namun, situasi berubah ketika SA dipisahkan dari Risky di terminal Mae Sot, Thailand dengan dalih mencari anggota tim lain. Alih-alih bekerja di kantor seperti yang dijanjikan, SA justru diculik dan dibawa ke sebuah lokasi kumuh di Myanmar yang lebih mirip dengan rumah susun yang jorok dan kotor.
"SA bilang perusahaan yang dituju itu jorok, kotor, kumuh, dan tidak seperti kantor-kantor sama sekali. Kata dia, lebih seperti rumah susun," ucap Yohanna.
Baca juga : Jusuf Hamka Pilih Momong Cucu dan Mundur dari Politik yang Penuh Intrik
Situasi mengerikan bagi SA terungkap ketika sindikat tersebut meminta tebusan US$30 ribu (sekitar Rp478 juta) kepada keluarganya.
SA terpaksa bertahan hidup dengan minum air hujan, tanpa makanan, dan disiksa, termasuk dengan tongkat baseball.
“Selama uang itu belum masuk, SA menelepon ke kita bahwa dia selalu disiksa sama orang sana. Tidak dikasih makan. Minum pun harus menunggu air hujan,” ujar Yohanna.
Keluarga SA, yang tidak mampu membayar jumlah tersebut, dipaksa untuk memberikan 30% dari jumlah tebusan yang diminta.
Jika tidak terpenuhi dalam empat hari, pelaku mengancam akan mengamputasi kaki SA. Dalam keputusasaan, keluarga mengajukan aduan ke Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
"Kita sudah bercerita banyak tentang kasus SA kepada Satgas TPPO, lalu kita diarahkan lagi untuk mengajukan dumas sekaligus melampirkan berkas bukti-bukti lainnya," kata Yohanna.
Baca juga : Fakta Terbaru Kasus Video Syur Audrey Davis: Motif Sakit Hati Mantan Pacar Terungkap
Dalam pesan yang disampaikan ke keluarganya, SA mengungkapkan bahwa terdapat 15 WNI lain yang mengalami nasib serupa.
“Di sini ada 15 orang Indonesia kok, jadi kemungkinan besar untuk potensi lepas besar, saya yakin,” kata SA.
Rina Komaria dari Direktorat Pelindungan WNI Kemlu mengakui adanya keterbatasan dalam upaya penyelamatan. Situasi konflik di Myanmar menjadi salah satu kendalanya.
Pemerintah Indonesia melalui KBRI Yangon terus berupaya memastikan keselamatan WNI. Mereka juga mengimbau masyarakat agar waspada terhadap penipuan berkedok penawaran pekerjaan di luar negeri.
“Pemerintah Indonesia melalui KBRI Yangon terus mengupayakan agar WNI di sana bisa keluar dengan selamat," ujar Rina.
Kemlu RI mengimbau masyarakat waspada terhadap penipuan daring (online scam). Khususnya, yang berkedok penawaran kerja di luar negeri untuk menghindari TPPO.***
SA mengalami nasib pahit setelah ditipu oleh seorang teman dekatnya yang berinisial R, yang kemudian teridentifikasi bernama Risky.
Awalnya, SA dibujuk dengan janji pekerjaan menjanjikan di Thailand dengan gaji fantastis sebesar US$10 ribu atau sekitar Rp150 juta, yang berakhir di lokasi yang sangat berbeda: Myanmar.
Menurut keterangan Yohanna Apriliani, sepupu SA, komunikasi antara SA dan keluarganya sempat normal selama empat hari pertama di Thailand.
"R mengabarkan SA bahwa bosnya sedang mencari tenaga kerja dan R disuruh mencari 10 orang untuk satu tim," ujar Yohanna di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (12/8) sebagaimana dilansir dari Antara.
Namun, situasi berubah ketika SA dipisahkan dari Risky di terminal Mae Sot, Thailand dengan dalih mencari anggota tim lain. Alih-alih bekerja di kantor seperti yang dijanjikan, SA justru diculik dan dibawa ke sebuah lokasi kumuh di Myanmar yang lebih mirip dengan rumah susun yang jorok dan kotor.
"SA bilang perusahaan yang dituju itu jorok, kotor, kumuh, dan tidak seperti kantor-kantor sama sekali. Kata dia, lebih seperti rumah susun," ucap Yohanna.
Baca juga : Jusuf Hamka Pilih Momong Cucu dan Mundur dari Politik yang Penuh Intrik
Tuntutan Tebusan dan Penyiksaan
Situasi mengerikan bagi SA terungkap ketika sindikat tersebut meminta tebusan US$30 ribu (sekitar Rp478 juta) kepada keluarganya.
SA terpaksa bertahan hidup dengan minum air hujan, tanpa makanan, dan disiksa, termasuk dengan tongkat baseball.
“Selama uang itu belum masuk, SA menelepon ke kita bahwa dia selalu disiksa sama orang sana. Tidak dikasih makan. Minum pun harus menunggu air hujan,” ujar Yohanna.
Keluarga SA, yang tidak mampu membayar jumlah tersebut, dipaksa untuk memberikan 30% dari jumlah tebusan yang diminta.
Jika tidak terpenuhi dalam empat hari, pelaku mengancam akan mengamputasi kaki SA. Dalam keputusasaan, keluarga mengajukan aduan ke Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
"Kita sudah bercerita banyak tentang kasus SA kepada Satgas TPPO, lalu kita diarahkan lagi untuk mengajukan dumas sekaligus melampirkan berkas bukti-bukti lainnya," kata Yohanna.
Baca juga : Fakta Terbaru Kasus Video Syur Audrey Davis: Motif Sakit Hati Mantan Pacar Terungkap
Potensi Pembebasan dan Upaya Pemerintah
Dalam pesan yang disampaikan ke keluarganya, SA mengungkapkan bahwa terdapat 15 WNI lain yang mengalami nasib serupa.
“Di sini ada 15 orang Indonesia kok, jadi kemungkinan besar untuk potensi lepas besar, saya yakin,” kata SA.
Rina Komaria dari Direktorat Pelindungan WNI Kemlu mengakui adanya keterbatasan dalam upaya penyelamatan. Situasi konflik di Myanmar menjadi salah satu kendalanya.
Pemerintah Indonesia melalui KBRI Yangon terus berupaya memastikan keselamatan WNI. Mereka juga mengimbau masyarakat agar waspada terhadap penipuan berkedok penawaran pekerjaan di luar negeri.
“Pemerintah Indonesia melalui KBRI Yangon terus mengupayakan agar WNI di sana bisa keluar dengan selamat," ujar Rina.
Kemlu RI mengimbau masyarakat waspada terhadap penipuan daring (online scam). Khususnya, yang berkedok penawaran kerja di luar negeri untuk menghindari TPPO.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini