Revolusi Pendidikan: Kemendikbud Ristek Hapus Penjurusan di SMA
By Shandi March
18 Jul 2024

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengumumkan penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di seluruh Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia.
LBJ - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengumumkan penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di seluruh Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia.
Langkah ini berlaku mulai tahun ajaran baru, sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi ketidakadilan dalam penjurusan siswa. Penghapusan ini diumumkan oleh Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo.
Menurut Anindito, penghapusan jurusan ini dilakukan untuk mencegah ketidakadilan yang sering terjadi dalam penjurusan.
"Salah satunya itu karena orangtua rata-rata memilihkan anaknya masuk IPA. Kalau kita jurusan IPA kita bisa memilih jurusan lain," kata Anindito dikutip dari Kompas.com, Rabu (17/7/2024).
Kebanyakan orangtua mendorong anak-anak mereka untuk memilih jurusan IPA karena dianggap lebih fleksibel saat memilih program studi di perguruan tinggi. Akibatnya, kuota untuk siswa jurusan IPS dan Bahasa semakin berkurang.
Baca juga : Keluarga Sandera Israel Desak Klarifikasi dari Netanyahu
Baca juga : Seruan PBB: Fokus pada Solusi Politik untuk Gaza
Sebagai gantinya, Kemendikbud Ristek akan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka yang berfokus pada pengembangan minat dan bakat siswa. Sistem ini memungkinkan siswa untuk memilih mata pelajaran sesuai minat mereka mulai kelas 11.
"Baru kelas 11-12 mata pelajaran yang sesuai dengan bakat minat. Kita sediakan asesmen bakat minat,” ujar Anindito.
Dengan tidak adanya penjurusan, siswa dapat fokus belajar sesuai keinginan mereka dan mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih baik.
Pada praktiknya, siswa akan menjalani pembelajaran wajib di hampir separuh waktu sekolah, sementara sisanya mereka gunakan untuk fokus pada mata pelajaran yang sudah dipilih.
“Fokusnya pada yang dia minat dan dia perlukan untuk karier,” ucap Anindito.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih fleksibel dan inklusif.
Dengan tidak adanya penjurusan, diharapkan siswa dapat mengeksplorasi minat mereka tanpa tekanan dari lingkungan atau orangtua.
Kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan membantu siswa dalam meraih cita-cita mereka dengan cara yang lebih personal dan relevan.
Dengan perubahan ini, diharapkan pendidikan di Indonesia akan lebih adaptif terhadap kebutuhan siswa dan mampu menciptakan generasi yang lebih siap menghadapi tantangan masa depan.***
Langkah ini berlaku mulai tahun ajaran baru, sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi ketidakadilan dalam penjurusan siswa. Penghapusan ini diumumkan oleh Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo.
Menurut Anindito, penghapusan jurusan ini dilakukan untuk mencegah ketidakadilan yang sering terjadi dalam penjurusan.
"Salah satunya itu karena orangtua rata-rata memilihkan anaknya masuk IPA. Kalau kita jurusan IPA kita bisa memilih jurusan lain," kata Anindito dikutip dari Kompas.com, Rabu (17/7/2024).
Kebanyakan orangtua mendorong anak-anak mereka untuk memilih jurusan IPA karena dianggap lebih fleksibel saat memilih program studi di perguruan tinggi. Akibatnya, kuota untuk siswa jurusan IPS dan Bahasa semakin berkurang.
Baca juga : Keluarga Sandera Israel Desak Klarifikasi dari Netanyahu
Baca juga : Seruan PBB: Fokus pada Solusi Politik untuk Gaza
Penerapan Kurikulum Merdeka
Sebagai gantinya, Kemendikbud Ristek akan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka yang berfokus pada pengembangan minat dan bakat siswa. Sistem ini memungkinkan siswa untuk memilih mata pelajaran sesuai minat mereka mulai kelas 11.
"Baru kelas 11-12 mata pelajaran yang sesuai dengan bakat minat. Kita sediakan asesmen bakat minat,” ujar Anindito.
Dengan tidak adanya penjurusan, siswa dapat fokus belajar sesuai keinginan mereka dan mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih baik.
Pada praktiknya, siswa akan menjalani pembelajaran wajib di hampir separuh waktu sekolah, sementara sisanya mereka gunakan untuk fokus pada mata pelajaran yang sudah dipilih.
“Fokusnya pada yang dia minat dan dia perlukan untuk karier,” ucap Anindito.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih fleksibel dan inklusif.
Dengan tidak adanya penjurusan, diharapkan siswa dapat mengeksplorasi minat mereka tanpa tekanan dari lingkungan atau orangtua.
Kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan membantu siswa dalam meraih cita-cita mereka dengan cara yang lebih personal dan relevan.
Dengan perubahan ini, diharapkan pendidikan di Indonesia akan lebih adaptif terhadap kebutuhan siswa dan mampu menciptakan generasi yang lebih siap menghadapi tantangan masa depan.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini