Lemkapi Serukan Evaluasi Polri Pasca Hakim Batalkan Status Pegi
By Cecep Mahmud
08 Jul 2024
Deprecated: htmlspecialchars(): Passing null to parameter #1 ($string) of type string is deprecated in /home/lbjjakarta/public_html/post.php on line 221
[caption id="attachment_3526" align="aligncenter" width="589"] Pegi digiring aparat polisi sesaat setelah memberikan keterangan pers. (Foto tangkap layar)[/caption]
LBJ - Direktur Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Dr. Edi Hasibuan, menyoroti putusan praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung yang membatalkan status tersangka Pegi Setiawan. Menurutnya, keputusan ini harus menjadi bahan evaluasi dan introspeksi bagi Polri agar lebih profesional di masa depan.
PN Bandung menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Pegi Setiawan tidak sah dan batal demi hukum.
"Kita minta putusan ini jadi bahan pembelajaran. Polri jangan berkecil hati. Kita ambil hikmahnya agar Polri lebih hati-hati dan profesional pada masa mendatang," ujar Edi, Jakarta, Senin.
baca juga: Kemenangan di Praperadilan, Kuasa Hukum Pegi Setiawan Bergerak Cepat ke Polda Jawa Barat
Edi juga mengingatkan agar putusan ini dihormati dan perintah hakim dilaksanakan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat.
"Kejadian ini harus jadi bahan masukan berharga serta koreksi kepada Polri dalam hal ini Polda Jabar," kata dosen pascasarjana Universitas Bhayangkara Jakarta ini.
PN Bandung mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh tim kuasa hukum Pegi Setiawan. Hakim Eman Sulaeman menyatakan bahwa penetapan Pegi sebagai tersangka pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudiana pada 2016 tidak sesuai prosedur hukum.
"Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan kepada pemohon dan memulihkan harkat martabatnya seperti semula," kata Eman dalam putusannya.
Baca juga: Polri Berikan Asistensi Penuh dalam Penyelidikan Kebakaran yang Menewaskan Wartawan
Edi Hasibuan menegaskan pentingnya setiap penetapan tersangka harus berdasarkan bukti hukum yang kuat serta mengikuti aturan yang berlaku, termasuk KUHAP dan Peraturan Kapolri tentang manajemen penyidikan.
"Harus diingat bahwa setiap tindakan Kepolisian tidak boleh salah, karena jika salah tentu berdampak terhadap masyarakat. Masyarakat akan merasa dirugikan," katanya.
Edi juga menilai bahwa dampak dari putusan praperadilan ini bisa menurunkan citra dan marwah Polri di mata masyarakat.
"Profesionalisme Polri juga tentu akan dipertanyakan. Artinya, setiap tindakan Kepolisian tidak boleh salah dan semua harus mengikuti aturan hukum yang ada," jelasnya.
Baca juga: Polisi Tangkap Bacaleg DPRD Kota Tangerang Terlibat Narkoba
Sebagai informasi, Pegi Setiawan sebelumnya ditahan oleh Polda Jawa Barat sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan yang terjadi pada 27 Agustus 2016 di Cirebon. Namun, setelah delapan tahun buron, Pegi ditangkap pada 21 Mei 2024. Penangkapan ini menimbulkan kontroversi karena ada perbedaan wajah antara Pegi sekarang dan saat kejadian pembunuhan. [kasus Pegi]
Kasus ini juga diangkat dalam film berjudul "Vina: Sebelum 7 Hari" yang dirilis pada 8 Mei 2024. Hingga kini, delapan pelaku sudah dihukum, dengan tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup. Satu pelaku sudah bebas setelah dihukum delapan tahun karena masih berusia anak-anak saat kejadian.***
Sumber: Antara
LBJ - Direktur Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Dr. Edi Hasibuan, menyoroti putusan praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung yang membatalkan status tersangka Pegi Setiawan. Menurutnya, keputusan ini harus menjadi bahan evaluasi dan introspeksi bagi Polri agar lebih profesional di masa depan.
PN Bandung menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Pegi Setiawan tidak sah dan batal demi hukum.
"Kita minta putusan ini jadi bahan pembelajaran. Polri jangan berkecil hati. Kita ambil hikmahnya agar Polri lebih hati-hati dan profesional pada masa mendatang," ujar Edi, Jakarta, Senin.
baca juga: Kemenangan di Praperadilan, Kuasa Hukum Pegi Setiawan Bergerak Cepat ke Polda Jawa Barat
Edi juga mengingatkan agar putusan ini dihormati dan perintah hakim dilaksanakan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat.
"Kejadian ini harus jadi bahan masukan berharga serta koreksi kepada Polri dalam hal ini Polda Jabar," kata dosen pascasarjana Universitas Bhayangkara Jakarta ini.
Putusan PN Bandung
PN Bandung mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh tim kuasa hukum Pegi Setiawan. Hakim Eman Sulaeman menyatakan bahwa penetapan Pegi sebagai tersangka pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudiana pada 2016 tidak sesuai prosedur hukum.
"Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan kepada pemohon dan memulihkan harkat martabatnya seperti semula," kata Eman dalam putusannya.
Baca juga: Polri Berikan Asistensi Penuh dalam Penyelidikan Kebakaran yang Menewaskan Wartawan
Edi Hasibuan menegaskan pentingnya setiap penetapan tersangka harus berdasarkan bukti hukum yang kuat serta mengikuti aturan yang berlaku, termasuk KUHAP dan Peraturan Kapolri tentang manajemen penyidikan.
"Harus diingat bahwa setiap tindakan Kepolisian tidak boleh salah, karena jika salah tentu berdampak terhadap masyarakat. Masyarakat akan merasa dirugikan," katanya.
Pengaruh Terhadap Citra Polri
Edi juga menilai bahwa dampak dari putusan praperadilan ini bisa menurunkan citra dan marwah Polri di mata masyarakat.
"Profesionalisme Polri juga tentu akan dipertanyakan. Artinya, setiap tindakan Kepolisian tidak boleh salah dan semua harus mengikuti aturan hukum yang ada," jelasnya.
Baca juga: Polisi Tangkap Bacaleg DPRD Kota Tangerang Terlibat Narkoba
Sebagai informasi, Pegi Setiawan sebelumnya ditahan oleh Polda Jawa Barat sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan yang terjadi pada 27 Agustus 2016 di Cirebon. Namun, setelah delapan tahun buron, Pegi ditangkap pada 21 Mei 2024. Penangkapan ini menimbulkan kontroversi karena ada perbedaan wajah antara Pegi sekarang dan saat kejadian pembunuhan. [kasus Pegi]
Kasus ini juga diangkat dalam film berjudul "Vina: Sebelum 7 Hari" yang dirilis pada 8 Mei 2024. Hingga kini, delapan pelaku sudah dihukum, dengan tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup. Satu pelaku sudah bebas setelah dihukum delapan tahun karena masih berusia anak-anak saat kejadian.***
Sumber: Antara
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini