Puluhan Musisi Gugat UU Hak Cipta ke MK: Ariel NOAH hingga Afgan Tuntut Regulasi Musik yang Lebih Adil
By Shandi March
14 Mar 2025

VISI, Vibrasi Suara Indonesia, kelompok yang diinisiasi para penyanyi untuk menuntut kejelasan soal hak cipta. (Foto:Instagram@VISI).
LBJ - Sebanyak 29 musisi Indonesia resmi mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan uji materi ini didaftarkan dengan nomor 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 pada 7 Maret 2025 pukul 19.10 WIB.
Para musisi yang tergabung dalam asosiasi Vibrasi Suara Indonesia (VISI) menilai sejumlah pasal dalam UU Hak Cipta menimbulkan ketidakjelasan dalam perizinan, mekanisme royalti, hingga ancaman pidana bagi para penyanyi dan musisi.
Beberapa nama besar dalam industri musik Indonesia turut serta dalam gugatan ini, termasuk Ariel NOAH, Vina Panduwinata, Titi DJ, Judika, Armand Maulana, Rossa, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, Vidi Aldiano, Afgan, Ruth Sahanaya, Yuni Shara, Ikang Fawzi, Andien, serta banyak lainnya.
Baca juga : Andre Rosiade Serang Ahok, Netizen Ungkap Kedekatannya dengan Riva Siahaan, Ini Faktanya!
Mereka mengajukan uji materi terhadap lima pasal dalam UU Hak Cipta, yaitu:
1. Pasal 9 ayat (3): “Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan."
2. Pasal 23 ayat (5): "Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif."
3. Pasal 81: "Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2)."
4. Pasal 87 ayat (1): “Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial."
Baca juga :Sesumbar Bisa Gandakan Uang, Pembunuh Ibu Anak Jakbar Punya Utang Rp90 Juta dan Bawa Lari Rp50 juta
5. Pasal 113 ayat (2): “Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)."
Latar Belakang Gugatan
Para musisi menggugat aturan ini karena dianggap menciptakan ketidakpastian hukum, terutama terkait izin membawakan lagu dan mekanisme royalti.
Mereka menyoroti berbagai kasus hukum yang menimpa penyanyi akibat membawakan lagu ciptaan orang lain, seperti konflik antara Ahmad Dhani dan Once Mekel, serta kasus Agnez Mo yang digugat Rp1,5 miliar karena menyanyikan lagu tanpa izin.
Baca juga :Hasto Perintahkan Harun Masiku Sembunyi dan Rendam HP agar Lolos dari Penangkapan
Gugatan ini juga menyoroti pelarangan The Groove menyanyikan lagu ciptaan Rieka Roeslan setelah ia keluar dari grup tersebut, serta kasus Doadobadai Hollo (Badai) yang melarang Sammy Simorangkir membawakan lagu-lagu Kerispatih ciptaannya.
Kejelasan Perizinan dan Royalti Dipertanyakan
Dalam dokumen gugatan, para musisi menyatakan bahwa ketidakpastian dalam mekanisme izin dan royalti telah menimbulkan kebingungan serta ketakutan di kalangan musisi.
"Bahwa kegelisahan para pemohon bermuara dari isu-isu hukum yang muncul, yang tidak hanya menimbulkan kebingungan, tetapi juga ketakutan bagi para pemohon," bunyi dokumen gugatan tersebut.
Mereka mempertanyakan apakah izin membawakan lagu harus diperoleh langsung dari pencipta atau cukup melalui LMK. Gugatan ini juga menyoroti potensi subjektivitas pencipta dalam memberikan izin.
Baca juga : Ahok Kaget Saat Diperiksa: Ada Hal yang Tidak Masuk Akal
"Terlebih dengan adanya fakta bahwa kecenderungan pemberian izin dari pencipta bersifat subjektif (like and dislike), dan tidak semua pelaku pertunjukan memiliki kedekatan atau akses kepada pencipta untuk meminta izin," lanjut pernyataan dalam dokumen gugatan.
Empat Poin Krusial dalam Gugatan
Melalui akun Instagram VISI pada 11 Maret 2025, mereka merangkum empat poin utama yang menjadi dasar gugatan:
- Apakah untuk performing rights, penyanyi harus izin langsung dari pencipta lagu?
- Siapakah yang secara hukum wajib membayar royalti performing rights?
- Bisakah individu atau badan hukum memungut dan menentukan tarif royalti di luar mekanisme LMK?
- Apakah wanprestasi pembayaran royalti performing rights masuk kategori pidana atau perdata?
Para musisi menegaskan bahwa gugatan ini bukan sekadar kepentingan individu, melainkan perjuangan untuk menciptakan sistem yang lebih jelas dan adil bagi industri musik Indonesia.
Baca juga :Ahok Menilai Eks Dirut Patra Niaga Seharusnya Turut Diperiksa
"Langkah ini kami harap dapat menjadi penengah untuk membuat situasi lebih terang benderang," ujar perwakilan VISI dalam unggahannya.
Mereka berharap MK dapat mempertimbangkan uji materi ini demi memastikan ekosistem musik yang lebih baik di masa depan.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini