×
image

Maraknya Kecelakaan Bus dan Truk: Lemahnya Pengawasan Aparat Terungkap

  • image
  • By Shandi March

  • 10 Jan 2025

Bus Pariwisata Sakhindra Trans DK 7949 GB ,mengangkut siswa SMK TI Bali Global Badung, mengalami kecelakaan diduga rem blong, dari Kota Batu tujuan Bali. (Foto : X@joe_pride888)

Bus Pariwisata Sakhindra Trans DK 7949 GB ,mengangkut siswa SMK TI Bali Global Badung, mengalami kecelakaan diduga rem blong, dari Kota Batu tujuan Bali. (Foto : X@joe_pride888)


LBJ - Kecelakaan maut yang melibatkan kendaraan besar seperti bus pariwisata dan truk terus menjadi momok di Indonesia. Dalam sebulan terakhir, sejumlah insiden tragis terjadi akibat kendaraan tak laik jalan, menewaskan puluhan korban jiwa. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawasan dan tanggung jawab pemerintah dalam memastikan keselamatan transportasi darat.

Pada 23 Desember 2024, kecelakaan maut melibatkan bus rombongan pelajar SMP asal Bogor terjadi di sebuah tanjakan curam. Truk yang tak kuat menanjak menjadi penyebab utama insiden ini, menewaskan 4 orang dan melukai puluhan lainnya. Sepekan kemudian, tepatnya 31 Desember 2024, sebuah truk tronton di Kabupaten Pidie, Aceh, mengalami rem blong. Truk tersebut menghantam sepeda motor dan mobil angkutan penumpang, menyebabkan 5 korban meninggal dan 6 orang luka-luka.

Teranyar, insiden serupa terjadi di Batu, Jawa Timur, pada 8 Januari 2025. Sebuah bus pariwisata yang mengangkut siswa SMK TI Bali Global mengalami rem blong dan menabrak tujuh titik, menewaskan 4 orang serta melukai 10 lainnya.

Baca juga : Fakta Lengkap Kecelakaan Bus Pariwisata Batu, Tabrak 16 Kendaraan dan 4 Korban Tewas

Pemeriksaan pascakecelakaan menunjukkan bahwa bus yang dioperasikan oleh PO Bus Pariwisata Sakhindra Trans tersebut telah kedaluwarsa izin operasional dan KIR-nya.

Namun, dari seluruh insiden ini, mayoritas pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka adalah sopir. Pengelola PO bus dan pemilik truk jarang dipidanakan meski bertanggung jawab atas kelayakan armadanya.

"Kita itu kadang-kadang semua proses dari tindakan pengawasan itu lalu kadang-kadang menjadi ruang negosiasi gitu. Seakan-akan tanpa sertifikat, tanpa lisensi, tanpa hasil uji pemeriksaan," ungkap Yayat Supriatna, Pengamat Transportasi, Kamis (9/1).

Minimnya Pengawasan dan Reformasi yang Dibutuhkan

Yayat Supriatna menilai lemahnya pengawasan pemerintah menjadi akar dari maraknya kecelakaan maut. Minimnya teknologi, anggaran, dan jumlah petugas membuat pengawasan kendaraan besar menjadi sangat terbatas.

Selain anggaran, Yayat juga menyoroti adanya permainan dalam proses pengujian kendaraan, mulai dari sertifikasi bodong hingga izin yang mudah dimanipulasi.

Ia mengusulkan reformasi birokrasi dan kerja sama dengan pihak swasta untuk memperbaiki sistem pengecekan kelayakan kendaraan.

"Check point itu bisa di terminalnya, bisa di satu kawasan yang ditetapkan, atau lokasi yang sudah diatur, apakah di kantor dinas atau di mana," jelas dia.

"Tapi itu bukan bermaksud untuk pungli ya, tapi betul-betul untuk keamanan, keselamatan perjalanan," sambungnya.

Baca juga : Cara Mendapatkan Tiket Murah Kereta Cepat Whoosh, hanya Rp 175.000

Sementara itu, Aan Eko Widiarto, Pakar Hukum dari Universitas Brawijaya, menjelaskan bahwa hukum pidana Indonesia belum mampu menyeret pengusaha transportasi ke ranah pidana.

"Harus dibuat pasal pemidanaanya lebih dahulu. Perbuatan pengusaha tidak melakukan uji KIR perlu dikualifikasikan sebagai tindak pidana,"katanya.

"Jadi berupa tindak pidana korporasi, Tentunya juga akan efektif bila betul-betul ditegakkan," katanya.

Ia menyarankan pembuatan pasal pidana yang mengatur tanggung jawab korporasi agar memberi efek jera kepada pelaku usaha nakal.

Perbaikan menyeluruh, mulai dari reformasi birokrasi, peningkatan anggaran, hingga aturan hukum yang tegas, diharapkan dapat mengurangi kecelakaan maut yang terus berulang. Tanpa langkah konkret, keselamatan transportasi di Indonesia akan terus berada dalam kondisi kritis.***


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Popular Post