×
image

Serangan Gabungan Rusia dan Suriah Guncang Idlib dan Aleppo

  • image
  • By Cecep Mahmud

  • 03 Dec 2024

 Serangan udara gabungan Rusia dan Suriah mengguncang kota Idlib dan Aleppo pada Senin (2/12). (X/@ZahidKh735121)

Serangan udara gabungan Rusia dan Suriah mengguncang kota Idlib dan Aleppo pada Senin (2/12). (X/@ZahidKh735121)


LBJ - Serangan udara gabungan Rusia dan Suriah mengguncang kota Idlib dan Aleppo pada Senin (2/12). Pemerintahan Presiden Bashar al-Assad berupaya menghalau kemajuan pejuang oposisi yang meraih kemenangan signifikan dalam beberapa hari terakhir.

Peningkatan serangan udara ini bertujuan memperlambat laju dramatis kelompok oposisi, termasuk Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Mereka sebelumnya berhasil memperluas kontrol di beberapa wilayah strategis. Menurut Sinem Koseoglu dari Al Jazeera, meski kemajuan oposisi melambat, posisi mereka masih cukup kuat.

"Kemajuan oposisi di garis depan melambat karena upaya diplomatik sedang meningkat," ujar Koseoglu.

Serangan udara intensif diarahkan ke posisi oposisi di Aleppo dan Hama. Sementara itu, pasukan oposisi telah merebut sebagian besar Tel Rifaat. Kota ini menjadi tempat Pasukan Demokratik Suriah (SDF) menyerukan koridor kemanusiaan bagi warga Kurdi.

Baca juga: Rusia Lancarkan Serangan Udara untuk Dukung Tentara Assad

Hadi al-Bahri, pemimpin oposisi berbasis di Istanbul, berkomitmen untuk terus berjuang.

"Kami siap untuk berunding mulai besok, tetapi tidak akan menyerah tanpa transisi politik," ujarnya dalam konferensi pers.

Iran mengirim bala bantuan milisi untuk memperkuat pertahanan pemerintah Suriah. Puluhan milisi dari Irak dilaporkan tiba secara bertahap untuk menghindari serangan udara.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, menegaskan dukungan penuh terhadap Assad.

"Iran siap memberikan semua bantuan yang dibutuhkan untuk memukul mundur pemberontak," kata Presiden Iran, Masoud Pezeshkian.

Baca juga: Serangan Israel Tewaskan 11 Warga Lebanon: Gencatan Senjata di Ujung Tanduk

Di sisi lain, Rusia terus memberikan dukungan udara bagi pemerintah Suriah. Dukungan ini dinilai sebagai faktor utama yang menghalangi kemajuan signifikan kelompok oposisi.

Turki, pendukung faksi oposisi Suriah, menolak tuduhan campur tangan asing dalam konflik ini. Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, menyerukan dialog antara oposisi dan pemerintah Suriah. Namun, perbedaan pendapat antara Turki dan Iran tampaknya mempersulit upaya diplomatik.

Sementara itu, Amerika Serikat menyerukan de-eskalasi. Mereka menegaskan tidak terlibat dalam serangan pemberontak dan menggambarkan al-Assad sebagai "diktator brutal".

"Kami ingin semua pihak menggunakan pengaruhnya untuk melindungi warga sipil dan memulai proses politik," ujar seorang pejabat AS.

Kekerasan terbaru ini telah menelan korban jiwa dan memicu krisis kemanusiaan. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan 44 warga sipil tewas, sementara 48.500 lainnya mengungsi dalam waktu kurang dari seminggu.

Baca juga: Serangan Udara Israel Targetkan Warga Antri Tepung di Gaza, 12 Tewas

Menurut Jean-Marc Rickli dari Pusat Kebijakan Keamanan Jenewa, perubahan mendadak dalam konflik Suriah ini menunjukkan perlawanan oposisi yang terorganisir. Namun, hasil akhir sangat bergantung pada kekuatan Rusia dan Iran.

"Jika Rusia dan Iran meningkatkan tekanan, momentum oposisi dapat berhenti," jelas Rickli.

Konflik di Suriah memasuki babak baru dengan eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak 2020. Peran Rusia, Iran, dan negara-negara lain akan menentukan arah perang ini. Meski oposisi tetap optimis, dukungan besar bagi Assad membuat situasi semakin kompleks.***


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Popular Post