×
image

BPJS Kesehatan Hadapi Defisit: Masyarakat Hadapi kenaikan Iuran Bulanan

  • image
  • By Cecep Mahmud

  • 24 Nov 2024

BPJS Kesehatan memproyeksikan defisit Rp20 triliun pada 2024. (X / @KabarNgetren)

BPJS Kesehatan memproyeksikan defisit Rp20 triliun pada 2024. (X / @KabarNgetren)


LBJ - BPJS Kesehatan, penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), menghadapi ancaman defisit anggaran hingga Rp20 triliun pada 2024. Berbagai langkah seperti kenaikan premi dan suntikan dana pemerintah sedang dipertimbangkan untuk menjaga keberlanjutan layanan. Apakah solusi ini cukup menjawab tantangan?

BPJS Kesehatan memproyeksikan defisit Rp20 triliun pada 2024. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyebut risiko gagal bayar klaim bisa terjadi mulai 2026.

“Kegagalan membayar (klaim) berpotensi terjadi pada 2026. Itu sebabnya premi mungkin disesuaikan,” ujarnya kepada media.

Skema ini mencakup 219 juta peserta aktif, tetapi klaim yang dibayarkan terus meningkat. Pada 2023, JKN mengeluarkan Rp158,8 triliun untuk lebih dari 600 juta kasus medis. Seperlima dari klaim tersebut untuk penyakit berat seperti kanker dan stroke.

Baca juga: Prabowo Tiba di Indonesia Usai Kunjungan Kerja ke Enam Negara

Peningkatan premi menjadi salah satu solusi utama. Saat ini, premi berkisar antara Rp35.000 hingga Rp150.000. Juru bicara BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, mengungkapkan bahwa iuran tidak pernah naik sejak 2020.

“Sejak 2020 hingga 2024, iuran tidak pernah naik,” katanya. Penyesuaian terakhir dilakukan pada 2020, dengan kenaikan sebesar 37%-100% tergantung kelas.

Namun, solusi ini tidak sepenuhnya diterima.

Herni Novaliasari, penjual makanan ringan, mengatakan, “Saya bisa membayar tambahan Rp50.000, tapi tidak lebih. Kenaikan terlalu tinggi akan memberatkan.”

Bagi peserta seperti Hotmaida Junita Sibuea, kenaikan premi dapat diterima asal wajar.

“Saya bisa menerima kenaikan premi, tetapi itu harus wajar. Mudah-mudahan tidak dua kali lipat dari tarif saat ini,” katanya.

Ia menderita penyakit berat seperti gagal ginjal dan hipertensi, dengan biaya pengobatan lebih dari Rp5 juta per bulan. Semua ditanggung JKN.

Baca juga: Masa Tenang Pilkada Dimulai Hari Ini 24 November, Berikut Sanksi Jika Melanggar

Para ahli menyebut kenaikan premi hanyalah solusi sementara. Pemerintah juga merencanakan langkah lain, seperti pemeriksaan kesehatan gratis mulai 2025. Program ini dirancang untuk 50 juta penduduk guna mendeteksi penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan kanker.

“Pemeriksaan kesehatan akan membantu menurunkan biaya JKN dalam jangka panjang,” kata Diah Satyani Saminarsih, kepala CISDI.

Deteksi dini penyakit tidak menular dapat mengurangi biaya pengobatan besar yang kini menjadi beban utama BPJS Kesehatan.

Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, menyebut deteksi dini sebagai kunci efisiensi biaya.

“Beban terberat (JKN) itu dari penyakit tidak menular karena biasanya seumur hidup dan pengobatannya memerlukan biaya besar,” ungkapnya.

Namun, tanpa penyesuaian iuran atau suntikan dana pemerintah, keberlanjutan JKN tetap menjadi tantangan besar. Akankah langkah-langkah ini cukup menyelamatkan layanan kesehatan nasional?***


Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini

Popular Post