Warganet Tolak Kenaikan PPN 12 Persen, Petisi Daring Dapat Ribuan Dukungan
By Shandi March
21 Nov 2024
Warganet Tolak Kenaikan PPN 12 Persen. (Ilustrasi by AI XYZONEmedia)
LBJ - Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 menuai protes keras dari masyarakat. Sebuah petisi daring yang meminta pemerintah membatalkan kebijakan ini mulai mendapat dukungan luas dari warganet.
Petisi daring berjudul "Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!" kini menggema di media sosial. Petisi ini dibuat oleh akun X @barengwarga pada Selasa (19/11) dan telah mendapatkan 2.808 tanda tangan hingga Kamis (21/11) pagi.
Dalam cuitannya, akun tersebut menyebut bahwa kebijakan kenaikan PPN akan langsung membebani masyarakat.
Baca juga : Konglomerat Diuntungkan RUU Pengampunan Pajak, Rakyat Kecil Dibebani PPN Naik 12 Persen
"Kenaikan PPN tersebut secara langsung akan membebani masyarakat, karena menyasar barang-barang kebutuhan pokok. Kalau keputusan menaikkan PPN itu dibiarkan bergulir, mulai harga sabun mandi sampai bahan bakar minyak (BBM) akan ikut naik. Otomatis daya beli masyarakat akan terganggu dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup," bunyi pernyataan akun itu.
Sebagai respons, banyak warganet menyerukan gerakan gaya hidup minimalis. Kampanye ini mengajak masyarakat untuk mengurangi konsumsi barang tertentu yang terdampak PPN guna menekan beban pajak.
Petisi netizen tolak kenaikan PPN 12 persen. (X@barengwarga)
Alasan Kenaikan PPN dan Respons Pemerintah
Kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025 merujuk pada amanat UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Beleid tersebut menetapkan bahwa tarif PPN naik bertahap, dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022, dan akhirnya menjadi 12 persen mulai 2025.
"Tarif PPN yaitu sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025," tulis Pasal 7 ayat 2 UU tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan kebijakan ini dirancang untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca juga : WNI di Brasil Sambut Hangat Presiden Prabowo Subianto dalam KTT G20
Dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR, Sri Mulyani menegaskan bahwa APBN harus tetap berfungsi sebagai instrumen penyerap kejut (shock absorber) di tengah gejolak ekonomi global. "Countercyclical tetap harus kita jaga," ujarnya pada Rabu (13/11).
Namun, banyak pihak mengkritik waktu pemberlakuan kenaikan ini, mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang masih tertekan akibat pandemi dan tingginya angka pengangguran.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini