Prabowo Subianto Teken MoU dengan China, Bara Maritim: Kedaulatan Laut RI Terancam
By Shandi March
11 Nov 2024
Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Kongres Rakyat Nasional RRT Zhao Leji. (Foto: BPMI SetpresMuchlis Jr)
LBJ — Kunjungan pertama Presiden Prabowo Subianto ke Tiongkok untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping menuai kritik tajam. Dalam lawatannya, Prabowo menandatangani nota kesepahaman yang mencakup pengembangan sektor perikanan, minyak, dan gas di wilayah maritim yang menjadi klaim tumpang tindih antara Indonesia dan Tiongkok.
Langkah ini langsung memicu reaksi kritis dari Bara Maritim dan Setara Institute, yang menilai kesepakatan ini dapat merugikan kedaulatan maritim Indonesia.
Merisa Dwi Juanita, pendiri Bara Maritim sekaligus peneliti HAM di Setara Institute, menyoroti beberapa alasan mendasar atas penolakan tersebut.
Baca juga : Presiden Prabowo Subianto Rampungkan Kunjungan di China
"Klaim ini mencakup wilayah luas di Laut Cina Selatan, termasuk pulau, terumbu karang, dan zona maritim negara lain, serta mencaplok wilayah perairan Indonesia yang sah di sekitar Pulau Natuna," ujar Merisa dalam pernyataan persnya , Senin, (9/11).
Klaim Sepihak China di Laut Natuna
Indonesia secara tegas tidak mengakui klaim sepihak China atas wilayah maritim yang mencakup “ten dash line” di Laut Cina Selatan, yang diterbitkan Tiongkok pada Agustus 2023. Sementara itu, Tiongkok terus mempertahankan klaim tersebut, yang secara hukum telah ditolak oleh Arbitrase Internasional pada 2016.
Dengan dasar itu, Bara Maritim dan Setara Institute menganggap bahwa nota kesepahaman yang ditandatangani Presiden Prabowo di wilayah dengan klaim tumpang tindih merupakan tindakan yang inkonsisten dan tidak selaras dengan kebijakan luar negeri Indonesia selama ini.
Indonesia dan Tiongkok sama-sama telah meratifikasi UNCLOS 1982, yang menjadi landasan hukum internasional untuk menetapkan batas maritim negara.
Sementara itu, wilayah laut Tiongkok berada jauh di luar batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, sehingga tidak ada tumpang tindih klaim wilayah.
Penandatanganan ini pun dinilai sebagai pengabaian atas konsistensi sikap Indonesia dalam menjaga kedaulatan perairan.
Baca juga :Bertemu Zhao Leji, Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Perkuat Hubungan Indonesia-China
Rekomendasi Penguatan Keamanan Maritim
Selain menyoroti risiko kerja sama di wilayah tumpang tindih, Bara Maritim dan Setara Institute mendesak pemerintah untuk memperkuat perlindungan terhadap wilayah maritim Indonesia, terutama di Laut Natuna Utara.
Keberadaan kapal nelayan dan penjaga pantai Tiongkok yang kerap melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah ini semakin memperburuk situasi.
"Bara Maritim dan SETARA Institute mendesak agar Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri ataupun Presiden Prabowo sendiri, segera mengeluarkan pernyataan resmi yang menegaskan kembali posisi Indonesia sesuai dengan UNCLOS 1982 dan putusan Arbitrase Internasional 2016," jelas Merisa.
Mereka juga merekomendasikan agar Indonesia meningkatkan pengawasan dengan peralatan canggih di kapal-kapal Bakamla demi menciptakan keamanan maritim di perairan yang rawan konflik.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini