Saham AS Anjlok Tertekan Eskalasi Perang Dagang dengan Tiongkok
By Cecep Mahmud
11 Apr 2025

Ilustrasi pasar saham. (pixabay/ds_30)
LBJ - Pasar saham Amerika Serikat mengalami penurunan tajam pada hari Kamis (10/4/2025). Koreksi ini menghapus sebagian besar keuntungan yang diraih sebelumnya. Keuntungan tersebut didorong oleh keputusan Presiden Donald Trump untuk menangguhkan sementara tarif impor terhadap sejumlah negara. Investor kini kembali mencermati perkembangan perang dagang global.
Keputusan mendadak Presiden Trump pada Rabu lalu untuk membekukan sebagian besar tarif baru selama 90 hari sempat memberikan kelegaan. Keringanan ini dirasakan oleh pasar yang terguncang dan para pemimpin global yang khawatir.
Namun, langkah ini terjadi di tengah peningkatan tensi perang dagang dengan Tiongkok. Pendekatan Trump yang dinilai tidak konsisten menimbulkan kekhawatiran di kalangan perusahaan. Mereka bersiap menghadapi potensi dampak negatif dalam tiga bulan mendatang.
Indeks S&P 500 tercatat turun 5,2 persen pada Kamis sore. Sementara itu, indeks Nasdaq merosot 6,1 persen dan Dow Jones Industrial Average terkoreksi 4,5 persen. Dalam rapat kabinet, Trump mengakui adanya potensi "kesulitan transisi" ke depan.
Baca juga: Ribuan Tentara Cadangan Israel Serukan Penghentian Perang Gaza
Di Eropa, imbal hasil obligasi pemerintah zona euro justru melonjak. Spread obligasi menyempit dan pasar mengurangi ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral Eropa.
Saham-saham di Eropa menunjukkan tren positif. Uni Eropa menyatakan akan menunda rencana penerapan tarif balasan selama 90 hari. Sebelumnya, UE dijadwalkan memberlakukan tarif balasan terhadap impor AS senilai sekitar 21 miliar euro pada Selasa mendatang.
Langkah ini merupakan respons terhadap tarif baja dan aluminium AS sebesar 25 persen. UE masih mempertimbangkan respons terhadap tarif mobil AS dan pungutan 10 persen lainnya yang masih berlaku.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyampaikan komitmen untuk memberi ruang bagi negosiasi. Namun, ia memperingatkan bahwa tarif balasan dapat diberlakukan kembali jika negosiasi tidak mencapai hasil yang memuaskan.
Pemerintah negara-negara Asia Tenggara juga berjanji tidak akan mengambil tindakan pembalasan terhadap tarif AS. Setelah konferensi video antar-anggota ASEAN, para menteri ekonomi dari 10 negara anggota menyampaikan komitmen untuk menjaga komunikasi dan kolaborasi yang terbuka. Mereka menegaskan tidak akan mengenakan tindakan balasan sebagai respons terhadap tarif AS.
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, menyatakan bahwa pemerintahan Trump hampir mencapai kesepakatan dengan beberapa negara. Ia menyebutkan bahwa Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) telah menerima tawaran eksplisit dari sekitar 15 negara.
Baca juga: Tarif Impor AS 32 Persen Ancam Investasi Padat Karya Jawa Tengah
Tawaran tersebut sedang dipelajari dan dipertimbangkan untuk disampaikan kepada presiden. Namun, belum ada kesepakatan konkret yang diumumkan. Trump sendiri menyatakan bahwa mencapai kesepakatan tidaklah mudah.
Ketika ditanya mengenai potensi kegagalan kesepakatan dalam 90 hari, Trump menegaskan akan memberlakukan kembali tarif awal. Ia menyatakan bahwa jika kesepakatan yang diinginkan tidak tercapai, kondisi akan kembali seperti semula. Meskipun demikian, ia menambahkan akan mengevaluasi situasi pada saat itu.
Di tengah penangguhan sebagian besar tarif "timbal balik", pemerintahan Trump justru meningkatkan tekanan terhadap Tiongkok. Tarif impor AS terhadap Tiongkok dinaikkan menjadi 125 persen dari level 104 persen sebelumnya.
Gedung Putih menjelaskan bahwa langkah ini secara efektif meningkatkan tarif keseluruhan terhadap Tiongkok menjadi 145 persen, termasuk tarif 20 persen yang diberlakukan sebelumnya terkait isu fentanil.
Juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok, He Yongqian, menyatakan bahwa Tiongkok akan mengambil tindakan tegas jika AS tetap bersikeras. Pihaknya menekankan bahwa pintu dialog tetap terbuka, namun harus didasarkan pada rasa saling menghormati.
Dalam pertemuan kabinet, Trump menyatakan keinginan untuk kembali bekerja sama dengan Beijing. Ia menekankan hubungan baiknya dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Trump berharap dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua negara.
Baca juga: Macron Isyaratkan Pengakuan Palestina sebagai Negara pada Juni Mendatang
Namun, mata uang Yuan Tiongkok mencapai level terendah terhadap dolar sejak krisis keuangan global pada hari Kamis. Harga minyak juga mengalami penurunan lebih dari 3 persen. Kekhawatiran akan eskalasi perang dagang AS-Tiongkok dan potensi resesi global menutupi sentimen positif dari penangguhan tarif oleh Trump.
Dilansir Al Jazeera, Kristen Saloomey, melaporkan bahwa perusahaan seperti Apple menjadi salah satu yang paling terdampak perang dagang AS-Tiongkok. Deborah Elms dari Hinrich Foundation di Singapura memperingatkan bahwa tarif setinggi 145 persen dapat menghentikan perdagangan antara AS dan Tiongkok.
Hal ini akan menimbulkan masalah serius bagi perusahaan yang beroperasi di kedua negara. Mike Hanna dari Al Jazeera di Washington DC menilai bahwa arah perang dagang AS-Tiongkok masih belum jelas.
Meskipun Trump menyatakan ingin menciptakan lingkungan negosiasi yang kondusif, waktu penghentian kenaikan tarif terhadap Tiongkok masih menjadi pertanyaan.***
Update Cepat, Info Lengkap! Join Whatsapp Channel Kami Klik Disini